REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Senior Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Endang Turmudi mengatakan, Indonesia memiliki organisasi-organisasi yang berpikiran radikal. Mereka punya sikap fundamentalisme, kaku, merasa lebih benar daripada orang lain.
"Radikalisme, sudah mengendap dalam semua segmen masyarakat. Ada segmen pelajar dan masyarakat yang menyerap paham radikal," kata dia, Kamis, (18/2).
Idealisme dalam radikalisme merupakan kewajiban mendirikan negara Islam. "Ide ini wajar saja tapi kalau dilakukan dengan menggunakan kekerasan itu yang menyimpang."
Sebenarnya umat Islam mainstream, terang Endang, mengartikan jihad itu tak selalu berperang dalam sesungguhnya. Namun misalnya berperang menahan hawa nafsu diri sendiri.
Dia menjelaskan, radikalisme itu lahir jauh sebelum peristiwa 11 September di Amerika. Karto Suwiryo merupakan pemikir radikalisme dari Indonesia. "Bahkan sebelum tahun 90 Candi Borobudur pernah dibom. Pesawat Garuda juga pernah dibajak oleh kaum radikal," ujarnya.
Terorisme, terang Endang, merupakan masalah bersama. Namun bahayanya bersifat lokal, misal pengeboman Sarinah membahayakan warga di sekitar Sarinah."Hal yang harus diwaspadai itu sikap radikalisme yang sudah menghinggapi seluruh masyarakat. Kalau kelompok radikal tak puas dengan negara ini, merasa tak diberikan keadilan oleh nagara maka mereka ada kemungkinan berubah jadi teroris," ujarnya.