REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil mendorong Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membentuk unit kerja yang menangani program pemulihan korban terorisme seperti diamanatkan dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 13 Huruf g.
"BNPT tidak ada unit yang menangani korban aksi terorisme, dalam Perpres dinyatakan BNPT melakukan koordinasi untuk penanganan korban aksi terorisme. Ini menunjukkan selama ini kita belum fokus memperhatikan korban aksi terorisme," tutur Nasir dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (16/2).
Lembaga-lembaga pemerintah, kata dia, juga harus lebih bersinergi dalam memenuhi hak-hak korban terorisme, khususnya dalam masa kritis setelah terjadi tindakan terorisme agar korban segera mendapat kepastian untuk pengobatan.
"Dalam undang-undang itu harus diatur nanti, UU itu juga bisa menjadi alas hukum terkait hubungan BNPT, Kepolisian RI dan LPSK," ujar dia.
Ia mengatakan akan berkomitmen dan menilai perspektif korban harus tertera dalam pasal pemulihan korban dalam undang-undang. Apalagi, ucap dia, korban aksi terorisme wajib dilindungi oleh negara.
Nasir berharap pemerintah berkomitmen dengan membuat aturan yang jelas karena selama ini ia menilai pemerintah masih 'kedodoran' dalam pedoman pelaksana UU.
Menurut dia, revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme merupakan usulan pemerintah, tetapi hingga kini pemerintah belum manyerahkan rancangannya ke DPR.
Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme masuk dalam 10 besar prioritas Program Legislasi Nasional di DPR.
DPR memprioritaskan pembahasan revisi UU Antiterorisme dalam daftar 10 besar dari 37 undang-undang yang akan disahkan oleh DPR pada 2016.