Selasa 16 Feb 2016 06:17 WIB

MKD Cari Rekaman Pemukulan Dita

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bilal Ramadhan
 Staf Ahli anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu, Dita Aditya (tengah) bersama kuasa hukumnya, usai melaporkan kasus penganiayaan atasannya ke LBH Apik di Jakarta, Senin (1/2).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Staf Ahli anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu, Dita Aditya (tengah) bersama kuasa hukumnya, usai melaporkan kasus penganiayaan atasannya ke LBH Apik di Jakarta, Senin (1/2). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) masih menyelidiki kasus dugaan pemukulan yang dilakukan anggota DPR RI Masinton Pasaribu. Dalam laporan awal yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), MKD masih menganggap bukti awal belum mencukupi.

Anggota MKD dari Hanura, Syarifuddin Sudding mengatakan pihaknya masih mencari bukti pendukung untuk segera memproses kasus pemukulan oleh Anggota DPR ini. Bukti yang dicari pihak MKD, kata Sudding, adalah sebuah rekaman video amatir yang memperkuat terjadinya pemukulan pada Dita Aditya Ismawati.

"Ada rekaman amatir yang kita berusaha untuk mendapatkan rekaman itu," ujar Sudding di Manado, Senin (15/2).

Sudding menambahkan, MKD masih berusaha untuk mencari bukti rekaman itu dari pihak Dita. Selain itu, MKD juga akan berkoordinasi dengan Bareskrim Polri yang juga menangani pelaporan dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh anggota fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Setelah rekaman yang mendukung laporan dari LBH APIK mencukupi, MKD berjanji akan segera memproses Masinton. Anggota Komisi III DPR RI ini melanjutkan, penyelidikan lebih lanjut dengan menambah bukti sudah menjadi keputusan dalam rapat internal Lembaga Etik DPR. MKD menegaskan tidak akan terpengaruh dengan konflik kepentingan untuk memproses kasus ini.

Bahkan, Sudding mengatakan surat dari ibunda Dita yang meminta MKD menghentikan kasus Dita tidak berpengaruh. Terlebih, dalam kasus ini, pelapor adalah LBH APIK yang mewakili korban. "Tidak ada kaitan (surat) karena yang melaporkan korban diwakili LBH APIK," tegas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement