Ahad 14 Feb 2016 19:03 WIB

Elemen Masyarakat Yogyakarta Sepakat Tolak Revisi UU KPK

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Indira Rezkisari
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang diwakili oleh Donal Fariz menyerahkan petisi penolakan revisi UU KPK ke Badan Legislasi DPR yang diterima oleh Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (9/
Foto: Republika/ Wihdan
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang diwakili oleh Donal Fariz menyerahkan petisi penolakan revisi UU KPK ke Badan Legislasi DPR yang diterima oleh Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (9/

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Berbagai elemen masyarakat di Yogyakarta sepakat menyatakan sikap untuk menolak revisi UU KPK. Mereka berkumpul di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Cikditiro, Yogyakarta, Ahad (14/2).

Mantan Ketua KPK, Busyro Muqoddas yang turut hadir dalam agenda tersebut menyampaikan, revisi UU KPK merupakan salah satu upaya melemahkan lembaga pemberantasan korupsi. Termasuk dengan munculnya empat poin rancangan revisi UU KPK yang menjadi bahasan utama.

“Pemerintah bilangnya ingin memperkuat KPK. Tapi nyatanya terbalik dengan empat poin utama yang menjadi bahan revisi,” katanya. Ia mengemukakan, keinginan kuat untuk merevisi UU KPK mencerminkan ketakutan para politikus busuk. Mereka merasa terancam dengan keberadaan KPK, dan terus berusaha memasung kewenangan lembaga pemberantasan korupsi.

Ditambah lagi, saat ini KPK sudah memiliki kewenangan untuk menelusuri korupsi di sektor hilir, seperti bisnis tambang. Padahal kewenangan ini diberikan agar KPK bisa mencegah korupsi di lembaga negara dan perusahaan asing.  

Busyro mengatakan, sebelumnya ada 18 upaya pelemahan KPK yang pernah terjadi di Tanah Air. Di antaranya melalui judicial review UU KPK. Namun upaya tersebut selalu berhasil digagalkan oleh masyarakat. Maka itu, ia berharap langkah pelumpuhan KPK yang ke-19 ini bisa digagalkan kembali.

Berdasarkan analisisnya, revisi UU KPK memang telah direncanakan untuk menghadapi pesta politik 2017 dan 2019. “Coba kita lihat, 2017 ada Pilkada serentak, 2019 ada Pilpres dan Pileg. Siapa yang tidak perlu uang untuk kedua agenda tersebut,” ujar Busyro.

Ia pun menegaskan, seluruh masyarakat tidak percaya dengan pernyataan DPR dan Presiden, bahwa revisi UU ini ditujukan untuk memperkuat KPK. Di sisi lain, kata Busyro, DPR dan pemerintah seolah tidak pernah belajar. Upaya pelemahan KPK akan  mengancam keamanan masyarakat dan demokrasi, serta menghianati reformasi.

“Revisi UU ini sepertinya hasil barter dengan oknum pemerintah untuk memuluskan rencana pengesahan teks amnesti,” tandas Busyro. Ia menuturkan, jika hal tersebut benar adanya, maka revisi UU KPK merupakan bentuk pelacuran terhadap hukum.

Sementara itu, Komisioner Ombudsman, Yudi Santoso yang juga hadir dalam deklarasi penolakan Revisi UU KPK di Yogyakarta menyampaikan, masyarakat harus mencermati sikap pemerintah yang ambivalen. Di satu sisi ingin menguatkan KPK, tapi di sisi lain malah mendukung revisi UU KPK.

“Kita sebenarnya menunggu agar pemerintah segera bersikap. Karena kita sedang berkejaran dengan waktu,” katanya. Jika Joko Widodo tidak segera mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) untuk penolakan revisi, maka bola panas akan segera menggelinding ke DPR. Menurutnya, saat ini masyarakat masih memiliki kesempatan mencegah revisi UU KPK. Antara lain dengan mendorong Presiden untuk tidak menyetujui pembahasan revisi tersebut.

Selain itu, deklarasi sikap menolak revisi UU KPK ini dihadiri oleh berbagai organisasi masyarakat. Di antaranya Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, BUdayawan Indonesia Berkabung, Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK), penyandang disabilitas dari YAKKUM, kalangan akademisi dari perguruan tinggi negeri dan swasta, serta mahasiswa.

Puncak acara ditandai dengan pembacaan teks pernyataan sikap yang dipimpin oleh putri Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid, Alisa Wahid. Kemudian penandatanganan spanduk anti korupsi oleh seluruh peserta.

Akademisi UNY, Iwan Setiawan berharap agenda yang berlangsung Yogyakarta ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain. Sebab pembelaan terhadap KPK sendiri hanya dapat dilakukan oleh masyarakat. “Semoga daerah lain bias mengikuti,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement