Sabtu 13 Feb 2016 08:33 WIB

Indonesia Butuh Reformasi Pasar Hadapi MEA

Rep: umi nur fadhilah/ Red: Ani Nursalikah
Sejumlah mahasiswa membentuk formasi tulisan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) di Lapangan Politeknik Universitas Surabaya (Ubaya), Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/12).
Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Sejumlah mahasiswa membentuk formasi tulisan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) di Lapangan Politeknik Universitas Surabaya (Ubaya), Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi ajang persaingan terbuka para pelaku usaha se-ASEAN. Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI, Syarkawi Rauf menilai, Indonesia mempunyai pekerjaan rumah agar dapat menghadapi MEA.

"Satu kerja besar yang penting untuk kita gulirkan ke depan, adalah reformasi pasar," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (12/2).

Menurutnya, reformasi pasar merupakan langkah yang harus dilakukan untuk mendukung perekonomian, utamanya dunia bisnis agar tidak dikuasai sekelompok kecil konglomerat. Reformasi tersebut, ia melanjutkan, dapat dilakukan mulai dari aspek regulasi, perubahan struktur hingga ke aspek pengawasan atas perilaku pasar.

Syarkawi mengungkapkan, reformasi di bidang politik telah berhasil mendorong inklusi kekuasaan. Proses demokratisasi berlangsung dinamis dan reformasi hukum yang tengah berjalan membuahkan hasil positif.

Namun, ia mengatakan, kondisi ekonomi tidak berubah. Menurutnya, bukti mendesaknya reformasi ekonomi adalah terjadinya disparitas antarkelompok di sektor ekonomi.

"Sejak sebelum reformasi politik bergulir, yang menguasai sektor ekonomi itu-itu saja. Siklus ekonomi didominasi oleh kelompok tertentu, dan ini harus kita akhiri agar terjadi pemerataan dan tercipta keadilan," tutur Syarkawi.

Ia meyakini, Indonesia akan menghadapi sejumlah masalah seiring dengan pelaksanaan MEA. Menurutnya, Indonesia masih minim daya saing, kualitas dan profesionalitas sumber daya manusianya masih kalah jauh dengan SDM negara lain. Selain itu, Indonesia masih miskin pengusaha serta pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya mendukung warganya menjadi pebisnis yang menguasai perekonomian.

Masalah lain yang dihadapi Indonesia, menurut Syarkawi, minimnya dukungan sistem pemerintahan terhadap ekonomi kerakyatan. Kemudian, akses finansial masih rendah dari jangkauan masyarakat serta masih menjangkitnya korupsi di tataran pejabat publik yang sangat menghambat laju perekonomian tanah air.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement