Jumat 12 Feb 2016 13:13 WIB

Kemendesa: BUMDes Sebagai Alat Perjuangan di Desa

Kemendesa
Kemendesa

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- UU No.6 Tahun 2014 tentang desa telah memberi kewenangan luar biasa kepada Desa, salah satunya adalah kewenangan yang diberikan kepada desa dalam pengelolaan aset lokal. Dengan diberlakukannya UU Desa, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bisa menjadi salah satu alat perjuangan di desa.

Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan  Masyarakat Desa (PPMD), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Erani YUstika menjelaskan bahwa kewenangan yang diberikan kepada desa dalam pengelolaan aset lokal bisa dikonversi menjadi pemberdayaan.

"Aset itu ada yang berada dalam jumlah yang memadai atau dalam jumlah yang mati, kelompok yang paling miskin pun memiliki aset, akan tetapi aset yang mati. tugas negara menghidupkan aset yang mati itu, sekarang ada dua kabupaten yang mau menghidupkan aset yang mati, satu di Sumatera Barat dan Jawa Barat," ujar Erani dalam diskusi yang diselenggarakan Institut Resedarch and Empowerment (IRE) dengan tema 'mengembangkan potensi ekonomi lokal melalui BUMDes, di Jakarta, Kamis (11/2).

Ekonomi Perdesaan dilihat dari konteks pasar, menurut Erani dicirikan dengan dengan liberalisasi dan globalisasi. Desa sudah menjadi pasar dimana menjadi arena perdagangan sehingga desa tak lebih sebagai sebuah konsumsi yang mesti digerakkan. Desa hanya jadi ladang modernisasi.

"Jadi dengan adanya BUMDesa ini mendorong perekonomian di desa itu perlu, disisi lain penguatan infrastruktur di desa bukan hanya untuk mempermudah perekonomian di desa akan tetapu juga mengurangi biaya transaksi, oleh karena itu prioritas infrastruktur salah satunya adalah untuk menekan biaya transaksi," paparnya.

Dalam konteks negara, kata Erani, pemerintah pusat sudah mempunyai konsensus nasional bahwa arena pembangunan adalah di desa, daerah pinggiran dan perbatasan. Sedangkan politik fiskalnya adalah adana desa.

"Tapi ini semua masih belum cukup, karena konsensus nasional ini harus diikuti oleh komitmen pemerintah daerah. ini tugas kita bersama yang harus disuntikkan terus menerus. Alhamdulillah desentralisasi kita tidak berhenti di level daerah akan tetapi juga masuk ke desa dengan dua kewenangan hak asal-usul  dan pengelolaan aset lokal," tandasnya.

Dari sisi masyarakat sipil, Erani menjelaskan, ada satu gerakan kolektif dan kreatid dari masyarakat desa dalam membangun kesadaran. "Jadi BUMDes ini tidak hanya bernilai ekonom isemata akan tetapi ada aspek-aspek filosofis didalamnya," papar Erani.

Tiga konteks dalam melihat BUMDes, kemudian menjadi pengarusutamaan tiga pilar yakni, Jaring Komunitas Wiradesa, Lumbung Ekonomi Desa dan Lingkar BUdaya Desa. "dari pengarus utamaan ini yang terpenting adalah peran masyarakat dan pokok persoalannya bukan terletak di modal, akan tetapi pada kreatifitas dan komitmen antar masyarakat untuk mengolah SDA, kekayaan desa bukan yang diberikan oleh pemerintah," tutup erani.

Sementara itu, Dirtektur IRE, Sunaji Zaqmroni menjelaskan ada lima tantangan yang dihadapi pemerintah dalam mengembangkan ekonomi desa. Pertama, isu seputar penataan lembaga-lembaga ekonomi yang ada di desa agar bersinergi dalam penguatan ekonomi desa.

Kedua, status da nlegalitas BUMDesa termasuk kaitannya Badan HUkum BUMDesa. Ketiga, hak kuasa dan hak kelola ata aset-aset Desa maupun aset-aset pemerintah yang ada di desa. Keempat, isu tentang kebijakan Penyertaan Modal Desa pada lembaga ekonomi di desa dan BUMDesa. Kelima integrasi dan harmonisasi BUMDesa dalam pengembangan kawasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement