Kamis 11 Feb 2016 22:06 WIB

Pesawat Purwarupa KF-X/IF-X Jadi Perhatian Internasional

Sejumlah teknisi menyelesaikan proses produksi Helikopter jenis Superpuma SA 332 C1A dan Cougar E725 di hanggar PT Dirgantara Indonesia (DI), Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/11).
Foto: ANTARA FOTO/Novrian Arbi
Sejumlah teknisi menyelesaikan proses produksi Helikopter jenis Superpuma SA 332 C1A dan Cougar E725 di hanggar PT Dirgantara Indonesia (DI), Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso mengatakan politik internasional mewarnai proses pembuatan pesawat tempur Korean Fighter Xperiment/Indonesian Fighter Xperiment yang dikerjakan bersama oleh Indonesia dan Korea Selatan.

"Proses pembuatan pesawat purwarupa KF-X/IF-X sudah menjadi perhatian dunia internasional bahkan dalam rencana penentuan jenis pesawat, kata Budi di Bandung, Kamis (11/2).

"Kita baru mau bilang buat pesawat 'stealth' (pesawat siluman) saja Amerika Serikat sudah 'teriak-teriak'," ujar Budi.

Oleh karena itu pesawat KF-X/IF-X dibuat dengan jenis semi-stealth yang hanya mengadopsi teknik geometri pesawatnya saja. Sementara bahan materiat pesawat siluman tidak digunakan.

Selain itu, Budi juga menjelaskan mengenai sulitnya mendapatkan lisensi komponen avionik seperti radar dan rudal yang saat ini hanya baru bisa diproduksi oleh sejumlah negara seperti Amerika Serikat dan Prancis.

Budi mengatakan Korea Selatan tidak mendapatkan lisensi untuk radar pesawat tempur dari AS. Namun komponen tersebut dipercayai untuk dikembangkan oleh Korea Selatan mengingat negara tersebut sudah maju di industri elektronik.

Budi yang dulu juga pernah memimpin PT Pindad periode 1995-2007 mengatakan tidak ada kerjasama "transfer of technology" (TOT) yang murni. Ia mengungkapkan dalam setiap pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang disertai dengan TOT sesungguhnya tidak mentransfer teknologi secara penuh.

"Yang namanya transfer teknologi itu, apapun (teknologinya) itu kita tidak mendapatkan teknologi kuncinya," kata dia.

Oleh karena itu Budi menjelaskan proyek "kerja bareng" yang diterapkan dalam pembuatan purwarupa pesawat tempur KF-X/IF-X merupakan cara paling tepat untuk mempelajari teknologi secara penuh. Dari kesepakatan pembagian biaya antara Indonesia dan Korea Selatan dalam proyek pesawat tempur, kata Budi, Indonesia membiayai 20 persen dari total anggaran.

Namun meski hanya menyumbang dana 20 persen, Indonesia tetap mendapatkan 90 persen teknologi pembuatan pesawat. "Tidak sepenuhnya 100 persen karena ada perbedaan kebutuhan, yang diperlukan Korea tapi kita tidak memerlukan," ujar dia

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement