Kamis 11 Feb 2016 16:01 WIB

Antisipasi Penyebab Banjir dan Longsor di Tahun Ini

Rep: Sonia Fitri/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas menggunakan eskavator untuk membersihkan sisa puing pascalongsor di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (10/2).  (foto : MgROL_54)
Petugas menggunakan eskavator untuk membersihkan sisa puing pascalongsor di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (10/2). (foto : MgROL_54)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengidentifikasi penyebab banjir dan longsor yang baru-baru ini terjadi di sejumlah wilayah. Penyebab utama didominasi kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS).

"Kerusakan bukan hanya di wilayah yang berada di kanan-kiri sungai, tapi terjadi di keseluruhan wilayah yang menampung, menyimpan, dan menyalurkan air hujan sebelum dikeluarkan melalui sungai, danau atau laut," kata Direktur Jenderal Pengelolaaan DAS dan Hutan Lindung KLHK Hilman Nugroho, Kamis (11/2).

Ia memaparkan, saat ini sebanyak 2.087 dari 17 ribu DAS seluruh Indonesia dalam kondisi rusak. Dilihat dari tutupan lahannya, terdapat 24,3 juta hektare yang berstatus kritis. DAS, lanjut dia, bukan hanya lintas pengelola, tetapi juga lintas sektor dan lintas wilayah administrasi. Maka perbaikannya pun harus rilakukan bersama-sama.

Hilman menyatakan, untuk mengatasi banjir maka DAS yang rusak tersebut harus diperbaiki. Di sisi lain, semua pihak juga harus menjalankan perannya demi pencegahan banjir. “Bendungan yang bisa mencegah banjir diperbaiki, sedimentasi sungai dikeruk, sementara perilaku kehidupan masyarakat juga harus berubah agar jangan menyebabkan banjir,” katanya.

Upaya pencegahan banjir akan efektif dengan mengikuti RPDAS Terpadu. Dokumen tersebut harus dirancang multipihak untuk mengakomodasi semua kepentingan. RPDAS Terpadu merupakan amanat dari Peraturan pemerintah No 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS.

Menurut Hilman, sebanyak 138 DAS prioritas telah memiliki dokumen RPDAS Terpadu. Contohnya DAS Ciliwung dan DAS Citarum. Tapi ketaatan terhadap dokumen tersebutlah yang dipertanyakan sehingga saat ini masih terjadi banjir.

Sebagai sistem deteksi dini, KLHK juga memiliki peta daerah rawan banjir dan tanah longsor. Peta tersebut diperbarui setiap tahun menggunakan Aplikasi Sistem Standar Operasi Prosedur Banjir dan Tanah Longsor (SSOP BANTAL) berbasis satuan analisa DAS. Potensi banjir dan longsor bencana sebuah wilayah berbeda-beda dipengaruhi banyak faktor, termasuk kelerengan, jenis tanah, curah hujan, jenis tanaman, dan faktor lainnya.

Aplikasi tersebut berguna untuk mengetahui lokasi rawan banjir dan tanah longsor, serta dapat memberikan solusi arahan fungsi berupa manajemen pengelolaan wilayah rawan bencana. “Peta ini sudah kami distribusikan kepada semua kepala daerah sebagai mitigasi bencana banjir dan longsor,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement