REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Analisis Anggaran Negara Anggaran Negara Center For Budget Analysis (CBA), Astrit Muhaimin, mengungkapkan, anggaran pemberantasan korupsi sangat menggelisahkan. Hal ini terbukti pada anggaran yang dimiliki tiga instansi, KPK, POLRI dan Kejaksanaan pada 2016.
Menurut Astrit, alokasi ketiga instansi tersebut hanya sebesar Rp 396,5 Miliar. Anggaran ini untuk mengungkapkan 3.891 kasus korupsi yang harus dibongkar. “Bagaimana tidak menggelisahkan?” ucap Astrit melalui keterangan tertulisnya, Selasa (9/2).
Astrit juga menyatakan, alokasi anggaran untuk tindak pemberantasan korupsi ini dari 2015 ke 2016 mengalami penurunan tajam. Pada 2016 ini, kata Astrit, KPK mendapat alokasi anggaran untuk menangkap koruptor sebesar Rp 132,2 juta untuk satu kasus.
Dalam pandangan Astrit, alokasi anggaran ini terlalu kecil dibandingkan dengan 2015 yang jumlahnya mencapai Rp 138,9 juta. Jumlah ini jelas mengalami penurunan sebanyak Rp 6,6 juta dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada anggaran Polri juga mengalami penurunan untuk menangani satu kasus korupsi. Perbedaannya sangat jauh yakni dari Rp 155,5 juta menjadi Rp. 32,3 juta pada 2016. Sementara kejaksaan mengalami penurunan dari Rp 89.6 juta menjadi Rp 83,9 juta.
Dari temuan tersebut, CBA menilai penurunan anggaran KPK merupakan pelemahan serius . “Apalagi langkah langkah pelemahan atas KPK sangat sistematis, mulai seperti penyidik andalan KPK, Novel Bawesdan dikriminalisasi, dan mau diusir dari KPK. Dan belum puas dgn Novel Bawesdan, saat ini fokus pada "mencabut" atau mengurangi kewenangan KPK agar dapat dilumpuhkan atau hukum bisa ditundukkan dengan intervensi politik atas pidana korupsi,” jelas Astrit.