Senin 08 Feb 2016 19:32 WIB

Kejahatan Seksual Anak Harus Masuk Kategori Kejahatan Luar Biasa

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Joko Sadewo
Anak yang diculik meninggal dunia.
Foto: dok. Istimewa
Anak yang diculik meninggal dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Pemberatan hukuman bagi pelaku seksual terhadap anak sangat penting dilakukan. Namun sebelum diberikan hukuman pemberatan, pelaku kejahatan seksual terhadap anak harus dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa.

Misalnya saja kebiri dapat diberikan pada pelaku kekerasan yang merampas kemerdekaan, melakukan kekerasan seksual, hingga mengakibatkan hilangnya nyawa anak. “Dalam konteks itulah selain hukuman fisik berupa pidana, dapat juga dikenakan pemberatan hukuman kebiri lewat suntik kimia,” ujar Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait kepada Republika.co.id, Senin (8/2).

Selain kebiri, predator yang melakukan kategori kejahatan seksual dan pembunuhan anak juga harus dikenakan sanksi sosial berupa pengumuman identitas pelaku di tempat publik. Pemerintah harus segera mengesahkan peraturan pengganti undang-undang (perppu) pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual.

Namun demikian, kata Artist, ada beberapa hal yang harus diperhatikam terkait perppu tersebut. “Segala bentuk kekerasan berupa perampasan kemerdekaan, penghilangan paksa hak hidup yang diawali kejahatan seksual, harus ditetapkan sebagai kejahatan luar biasa. Pemberatan hukumnya lewat kebiri suntik kimia,” kata dia. Arist yakin hukuman tersebut mampu membuat jera pelaku kekerasan anak.

Pada 3 Februari lalu, Komnas PA bertemu Presiden Joko Widodo meminta agar segala bentuk kekerasan tersebut ditetapkan sebagai kejahatan luar biasa agar pidana pokok bagi si pelaku bisa maksimal. Menurut dia, reaksi Jokowi pun sangat mendukung dan akan dimasukkan ke dalam perppu sebagai latar belakang.

Arist mengatakan orang tua harus memberi perhatian ekstra pada perkembangan perilaku anak, misalnya kebiasaan anak dan dimana dia bermain. Selain orang tua, guru dan masyarakat juga harus memberi perhatian ekstra. “Tidak boleh diam. Artinya keluarga memiliki tanggungjawab untuk mengawasi dan melindngi anak, sedangkan di sekolah gurulah yang harus melakukannya,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement