Ahad 07 Feb 2016 15:38 WIB

Tiga Ujian Golkar Menjelang Munas

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Joko Sadewo
 Aburizal Bakrie (kanan) bersama Agung Laksono saat menghadiri rapat konsolidasi  persiapan Munaslub di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Kamis (4/2). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Aburizal Bakrie (kanan) bersama Agung Laksono saat menghadiri rapat konsolidasi persiapan Munaslub di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Kamis (4/2). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Rapat harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar perdana di Slipi, kemarin relatif berjalan lancar. Namun nuasana rekonsiliasi penuh dengan kekeluargaan dan persaudaraan yang ditunjukkan dalam rapat tersebut akan menghadapi ujian pada proses berikutnya.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Golkar Riau Ahmad Doli Kurnia mengatakan sedikitnya ada tiga momentum yang akan menentukan apakah rekonsiliasi benar-benar diikuti niat jujur, kebesaran jiwa, dan keikhlasan atau tidak. Jika itu terlalui, maka upaya mengakhiri konflik menuju penyatuan kembali Golkar bukanlah hal mustahil. Lalu apakah tiga momentum yang harus dilalui tersebut?

Pertama, apakah pasca-dikeluarkannya surat keputusan (SK) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) dan rapat harian kemarin masih ada gerakan politik selain gerakan menuju Musyarawah Nasional (Munas). "Apabila masih ada gerakan yang masih mengatas namakan DPP Bali atau DPP Ancol baik di tingkat pusat maupun daerah, itu merupakan hambatan serius menuju rekonsiliasi," ujarnya, Ahad (7/2).

Musyawarah daerah, pelantikan, forum pertemuan Dewan Pimpinan Daerah (DPD), pemecatan, dan sebagainya seharusnya sudah tidak ada lagi. Sudah harus terjadi moratorium terhadap gerakan apapun yang mengatasnamakan Bali atau Ancol. Doli menyebut kalau hal itu tetap terjadi, apalagi melibatkan atau bahkan di-endorse oleh orang-orang dari Jakarta artinya semangat rekonsiliasi yang disepakati dan dikumandangkan semu dan penuh dengan kepalsuan.

Kedua, penyusunan panitia penyelenggara Munas juga akan menjadi titik rawan. Wajah rekonsiliasi yang sesungguhnya akan terlihat pertama kali secara konkret ada di dalam susunan panitia.

Apakah susunan panitia yang ditetapkan dapat mengakomodir secara adil semua pihak atau tidak. Susunan panitia harus mempertimbangkan faktor kemampuan dan kecakapan. "Atau mungkin akan lebih baik yang dipilih adalah orang yang dianggap netral dan bebas dari konflik selama ini," kata inisiator Generasi Muda Partai Golkar ini.

Titik rawan ketiga adalah penetapan peserta Munas. Dengan dikeluarkannya SK Menkumham yang memberikan legal standing kembali kepada DPP Riau, maka sesungguhnya lebih memudahkan dalam proses rekonsiliasi sampai ke tingkat daerah. Terutama terkait soal kepesertaan Munas, sejauh semua pihak komitmen dan konsisten.

Doli mengatakan dengan SK tersebut pihak-pihak yang bertikai didorong mencapai konsensus melalui kompromi politik. Artinya, tidak ada yang mutlak menang atau kalah.

Salah satu konsekuensi diterapkannya SK tersebut adalah dipulihkannya kembali status anggota atau pimpinan partai yang pernah dipecat atau diberhentikan sebelumnya dari tingkat pusat sampai daerah. Artinya, hak Ketua DPD yang pernah dipecat dikembalikan seperti semula dan secara otomatis kepesertaannya di Munas pun menjadi hidup kembali.

Itulah salah satu wujud dari rekonsiliasi dalam hal kepesertaan. Salah satu contohnya, Zainuddin Amali yang kemarin adalah Sekjend DPP PG Hasil Munas Ancol, bila merujuk SK Riau, maka akan kembali menjadi Ketua DPD PG Provinsi Jawa Timur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement