Kamis 04 Feb 2016 16:39 WIB

Angka Tontonan Anak tak Layak Meningkat

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Indira Rezkisari
Anak menonton televisi
Foto: pixabay
Anak menonton televisi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hak anak dalam penyiaran tayangan televisi semakin hari semakin terabaikan. Terbukti dengan minimnya proporsi tayangan untuk anak di stasiun televisi. Ditambah makin parah dengan isi tayangan yang tidak ramah terhadap anak.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Ulfah Anshor menilai perlu adanya kanal atau program khusus anak dalam tayangan televisi. Menurutnya, hal itu penting agar anak mendapatkan tayangan yang sesuai dengan haknya sebagai anak.

"Selama ini nyaris tidak ada, yang ada hanya di TV pemerintah, itu pun kecil porsinya," kata Maria dalam diskusi 'Perlindungan Anak Dalam Regulasi Penyiaran' di Gedung Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Kamis (4/2).

Ia mengatakan, selama ini hampir seluruh tayangan yang disuguhkan program di televisi berisi kekerasan, pornografi, dan mistis, yang tidak sedikit berpengaruh terhadap perilaku anak. Pemantauan KPAI, kekerasan atau pelecehan seksual kepada anak hampir semua disebabkan karena tayangan televisi.

"Angkanya meningkat dari tahun ke tahun, dan banyak karena pengaruh tontonan atau media lain selain TV," kata Maria.

Terlebih kata Maria, peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga tak begitu kentara dalam hal menghentikan tayangan tak ramah untuk anak. Sehingga penting untuk KPI untuk konsisten memberikan teguran kepada tayangan yang diketahui melanggar ketentuan.

"Memperkuat pemantauan dan pengawasan setiap penindakan terhadap media yang melakukan pelanggaran pemberitaan atau tayangan tak ramah anak," katanya.

Selain itu, ia juga menekankan, ini juga yang perlu menjadi perhatian dalam merevisi UU Penyiaran, khususnya perlindungan bagi anak.

"Tidak hanya KPI juga, tapi bagaimana pendekatan multi sektor ya, karena untuk mengubah kan harus sistemik. Termasuk revisi UU penyiaran, ditekankan untuk tayangan perlidungan anak," kata dia.

Hal sama diungkapkan Direktur lembaga riset media dan komunikasi Remotivi Muhammad Heychael yang menilai negara belum hadir dalam menyajikan tayangan ramah terhadap anak. Menurutnya, negara harus hadir dan memastikan bahwa penyiaran sebagai wilayah publik bukan privatisasi oleh kapitalisme pemilik modal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement