Kamis 04 Feb 2016 15:50 WIB

KPI Minta Televisi tak Tampilkan Tayangan Perilaku Kebanci-Bancian

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: M Akbar
Ilustrasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mempunyai dua sikap terhadap fenomena kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Indonesia. Sikap tersebut, mengacu pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) untuk menyikapi sejumlah program televisi yang menampilkan tayangan perilaku kebanci-bancian.

"Di P3SPS disebutkan, perilaku yang kebanci-bancian tak diperbolehkan," kata salah satu Komisioner KPI Pusat, Rahmat Arifin kepada Republika.co.id, Kamis (4/2).

Ia menjelaskan, dalam pedoman perilaku penyiaran dan standar penyiaran dengan jelas diperuntukkan melindungi anak-anak dan remaja yang menjadi sumber utama KPI. Sebab, ia mengatakan, dua kelompok tersebut merupakan yang paling rentan terpengaruh atau terpapar siaran-siaran dimaksud. (Baca: Terkait Laporan Indra Bekti, Ini Pedoman Tayangan TV Soal LGBT)

Rahman menegaskan, KPI mempunyai dua sikap ihwal isu LGBT. Pertama, LGBT sebagai warga negara mempunyai hak yang sama, sehingga tidak boleh mendapatkan perlakuan diskriminasi. Namun, pada sikap yang kedua ditegaskan, lembaga penyiaran baik TV maupun radio tidak diperbolehkan untuk mengkampanyekan sikap hidup maupun orientasi hidup kaum LGBT sebagai gaya hidup yang lumrah.

"Kita dua, (LGBT) dilindungi sebagai manusia, tak boleh diskriminasi. Tetapi perilaku itu tak boleh dikampanyekan sebagai sesuatu yang lumrah," tutur Rahmat.

Ia mengaku, selama ini KPI sudah mensosialisasikan hingga melarang tayangan-tayangan yang berbau kebanci-bancian. "Iya, karena KPI mempunyai tim pemantauan 15 TV berjaringan selama 24 jam," lanjutnya.

Rahmat menuturkan, beberapa waktu lalu, salah satu stasiun TV berencana ingin menayangkan program mengembalikan maskulinitas pria yang kewanita-wanitaan. Program tersebut, akan mengumpulkan 'pria-pria' dalam sebuah perkemahan kemudian memberikan pelatihan fisik.

"Tujuannya 'mengambalikan maskulinitas', itu kami kasih saran jangan deh karena itu akan menimbulkan polemik," ujar Rahmat.

Sebab, menurutnya, tayangan yang akan diputar terus-menerus di televisi ini, seolah-oleh mengkampanyekan gaya hidup kaum tersebut. Selain itu, protes akan datang dari  beragam kalangan masyarakat. "Itu dianggap pelecehan. Ternyata (masyarakat yang) pro dan kontra, keduanya tak  menghendaki. Sikap KPI sudah jelas soal LBGT," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement