Kamis 04 Feb 2016 14:58 WIB

IPB Kembangkan Sorgum dengan Nilai Gizi Lebihi Nasi

Rep: MGROL56/ Red: Achmad Syalaby
Sorgum
Foto: Republika/M Akbar
Sorgum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk menyikapi persoalan pangan, energi, dan air yang tidak berbanding lurus dengan populasi, pakar bioteknologi dan fisiologi pohon Institut Pertanian Bogor (IPB) Supriyanto, mengembangkan sorgum.

Sejak 2008, Supriyanto telah fokus melakukan pengembangan sorgum untuk memenuhi kebutuhan pangan, pakan, energi, fiber/serat, obat-obatan, bahan dasar sapu, bahkan fesyen. Pengembangan sorgum dilakukan dengan mutasi genetik melalui teknologi nuklir dan teknik iradiasi dengan sinar gamma.

Sorgum dipilih karena dapat hidup di daerah kering, yang cocok dengan iklim Indonesia, khususnya di wilayah kering Indonesia Timur. Melalui teknik mutasi, peneliti IPB tersebut dapat memperoleh sorgum yang memiliki nilai gizi lebih tinggi dibanding nasi.

“Dengan teknik mutasi, akhirnya saya bisa mendapatkan sorgum untuk pangan berprotein tinggi bahkan nilai gizinya lebih tinggi daripada beras,” ujar dosen IPB yang pernah menerima kesempatan kursus di International Atomic Energy Agency (IAEA) ini, dalam siaran pers yang diterbitkan humas IPB, Kamis (4/2).

Sorgum yang ditemukan Supriyanto juga mampu menghasilkan gula yang dapat menggantikan tebu dengan kadar gula yang lebih bagus mencapai skala break 24 persen, dibanding tebu yang hanya 19,7 persen. Sorgum juga memiliki masa panen dua bulan untuk dapat menghasilkan gula, jauh lebih cepat dibandingkan tebu yang baru akan menghasilkan gula setelah ditanam selama Sembilan bulan.

Proyek pengembangan sorgum ini menjadi jembatan kerjasama dengan berbagai pihak diantaranya dosen dan mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan (Fahutan), serta kolaborasi bersama peneliti dari fakultas lain untuk aplikasi dalam bidang farmasi dan fesyen.

Supriyanto juga telah melakukan kerjasama dengan badan penelitian Nusa Tenggara Timur (NTT) dan beberapa lembaga setempat.“Di NTT kami telah bekerjasama dengan badan penelitian dan beberapa lembaga untuk menyediakan kebutuhan pangan, mengingat daerah tersebut merupakan daerah yang kekeringan,” ujar Supriyanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement