Kamis 04 Feb 2016 06:09 WIB

DPR Sepakat Usulan Jimly Soal Sanksi Diskualifikasi Pilkada

Ketua Majelis sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie saat memimpin sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu oleh ketua dan anggota KPU& Panwaslu Kota Surabaya di Kantor DKPP, Jakarta, Rabu (30/9).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Majelis sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie saat memimpin sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu oleh ketua dan anggota KPU& Panwaslu Kota Surabaya di Kantor DKPP, Jakarta, Rabu (30/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – DPR sepakat pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dapat dibatalkam kalau terbukti melakukan politik uang dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Sementara, penyelenggara pemilu yang terlibat melakukan politik uang dan manipulasi suara hasil pilkada diberi sanksi maksimal.

“Saya usulkan sanksi yang berat bagi pelaku atau calon yang melakukan manipulasi suara dan politik uang,” kata anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (3/2).

Arteria juga sepakat bila masa pengajuan keberatan atau gugatan terhadap hasil pilkada tidak dibatasi dan dibuka sampai masa jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih berakhir setelah dilantik.

“Jadi, kapan pun ditemukan bisa diproses dan bagi mereka yang terpilih dengan cara curang sanksinya dibatalkan jadi kepala daerah atau wakil kepala daerah terpilih,” tutur politikus PDIP itu.

Sebelumnya, sanksi diskualifikasi pasangan calon kepala daerah yang terbukti melakukan politik uang dilontarkan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dan penyelenggara pemilu di gedung DPR, Senin (1/2).

Usulan itu diharapkan bisa diakomdasi dalam revisi UU Pilkada. Jimly menilai, sanksi pidana politik uang tak efektif menekan praktik politik uang. Sanksi pidana yang hanya sembilan bulan penjara tak akan membuat jera para pelakunya. “Lebih baik ancamannya diskualifikasi kepesertaan pilkada dibanding sanksi pidana,” kata Jimly.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement