Sabtu 30 Jan 2016 21:03 WIB

Layangkan Somasi, Yusril Ingatkan Menteri Susi

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Ilham
Yusril Ihza Mahendra
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lambannya proses penyelesaian hukum yang dialami kapal berbendera Thailand, MV Silver Sea 2, membuat Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum nakhoda MV Silver Sea 2, Kuatin Kuarabiab, melayangkan somasi terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Somasi tersebut secara resmi dilayangkan pada 22 Januari, silam.

Menurut Yusril, berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, jika terjadi tindak pidana, maka proses penyelidikan dibatasi maksimal 30 hari dan harus sudah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (PJU). Padahal, penahanan MV Silver Sea 2 sudah dilakukan sejak Agustus 2015 di Sabang, Nangroe Aceh Darusallam.

Selain itu, lanjut Yusril, berdasarkan fakta dan data di lapangan, MV Silver Sea 2 tidak melakukan penangkapan ikan di wilayah Indonesia, melainkan di wilayah perairan Papua Nugini. Hal ini pun didukung oleh data manifest dan hasil pencitraan satelit Australia.

Bahkan, menurut Yusril, berkas yang diajukan oleh pihak penyidik Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Belawan ke PJU selalu dikembalikan lantaran dianggap belum memiliki bukti yang kuat. Pengembalian berkas dilakukan sebanyak tiga kali. Hingga saat ini, belum ada bukti baru yang diajukan oleh pihak penyidik KKP.

''Saya mengingatkan ibu Susi, jangan begitulah, kalau menuduh-nuduh orang sebagai pencuri, ya harus dibuktikan. Padahal, kita juga harus menjaga supaya negara kita ini jangan jadi negara yang seenaknya saja,'' kata Yusril saat ditemui Republika.co.id, Sabtu (30/1).

Akibat dari belarut-larutnya proses hukum tersebut, lanjut Yusril, berbagai kerugian dialami oleh kliennya. Salah satunya adalah ikan hasil tangkapan, yang mencapai 2.000 ton. Hampir selama enam bulan terakhir, mesin pendingan di kapal tersebut terus menyala. Kendati begitu, kualitas ikan tersebut tentu akan terus berkurang lantaran hanya diletakkan dalam mesin pendingin.

''Akhirnya, mereka kan tidak bisa menuntut pemerintah Indonesia, karena menahan orang tanpa hak dan seenaknya saja menahan orang. Kondisi serupa kan bisa saja terjadi dengan nelayan-nelayan kita di luar negeri,'' kata mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement