Jumat 29 Jan 2016 18:37 WIB

Tetap Bertani di Tengah Arus Perkotaan

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Friska Yolanda
Petani tengah mengurus sawah garapannya di Citeureup, Cimahi Utara
Foto: Umar Mukhtar/Republika
Petani tengah mengurus sawah garapannya di Citeureup, Cimahi Utara

REPUBLIKA.CO.ID, Seorang pria lanjut usia tampak sibuk di ladang sawahnya. Ia tak menggubris suara bising kendaraan bermotor yang melintas di sebelah sawahnya. Ya, sawah garapannya ini memang tepat di pinggir jalan raya, tepatnya di Ciawitali, Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi. 

Endang, namanya. Pria berusia 75 tahun ini sudah sejak 1975 bercocok tanam di sawah itu. Dulu, pada awal 1980-an, hamparan sawah terbentang luas sejauh mata memandang. “Masih luas sawahnya,” ujar pria asli Kelurahan Citeureup ini, saat dihampiri Republika.co.id di sawahnya, Rabu (27/1).

Kini, sawahnya dikelilingi bangunan-bangunan rumah. Seolah, hanya dia yang mempertahankan Indonesia sebagai Negara Agraris. Anak-anak muda di sekitarnya pun amat sukar memiliki kemauan bekerja di sawah.

“Habis dari mana lagi. Cuma dengan ini bapak bisa memenuhi kebutuhan buat sehari-hari, kalau dari bangunan sudah enggak mampu,” tutur dia saat mengobrol di sebuah saung di tengah ladang.

Biasanya jika sedang tak sibuk di sawah, Endang bekerja sebagai kuli bangunan di sekitar rumahnya. Namun, sudah lima tahun terakhir Endang tak lagi menjadi kuli bangunan. Tubuhnya sudah tak kuat menahan beban yang terlalu berat. Sehingga, kesehariannya kini hanya di ladang. 

Sebagian kawan Endang menjadi kuli bangunan di Citeureup karena tidak ada lagi sawah yang bisa digarap. Beruntung, Endang masih memiliki garapan, sehingga dia bisa melepas hari tuanya di sawah garapannya. Tubuhnya memang sudah tampak membungkuk. Di telinganya, terpasang alat untuk mempermudah pendengaran. ‘Sumbat telinga’ itu sudah digunakannya sejak 2004.

Bagi Endang, bertani di pinggir jalan raya mempunyai kesenangan tersendiri. Ia malah lebih senang dengan banyaknya kendaraan yang melintas di sebelah sawahnya karena lebih ramai. “Malah lebih senang, jadi hiburan,” kata dia.

Tak hanya Endang yang terus bertani di Kota Cimahi. Kaum ibu pun masih ada yang bercocok tanam di tengah arus perkotaan di Cimahi.

Mimin (55), Yuyun (52), dan Asih (58), sedang duduk santai di sebuah saung. Saungnya berdiri di permukaan tanah yang lebih tinggi dari sawahnya. Mereka sedang beristirahat sambil menatap hamparan sawah di hadapannya. Sawahnya terbentang luas membentuk anak tangga.

Asih sudah lebih dari 20 tahun menggarap sawah di Kampung Ciawitali Kelurahan Citeureup, Cimahi Utara. Ibu empat anak dan tiga cucu ini mau tak mau harus tetap bertani demi bertahan hidup untuk menafkahi keluarganya.

Kan kudu makan. Enggak bertani mah kumaha makan,” ujar perempuan berdaster ini. Dasternya bermotif kotak-kotak warna hijau dan kuning. Atasannya ditutupi kemeja warna putih bermotif bunga.

Asih bersama dua temannya itu kini menggarap lahan sawah seluas 100 tumbak. Lahan yang Asih garap ini milik penduduk keturunan Cina. Kepemilikan tanah pada orang Cina ini sudah lima tahun terakhir. Ia yakin suatu saat di lahan tersebut akan berdiri suatu bangunan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement