REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Kelompok garis keras Indonesia disebut menerima dana internasional dari Australia dan Suriah. Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan mengatakan, kekhawatiran muncul bahwa kelompok garis keras menjadikan Indonesia sebagai sasaran terorisme berikutnya.
Luhut berbicara di pertemuan pertahanan di Singapura yang digelar kurang dari dua pekan setelah serangan bom dan senjata terjadi di Jakarta. Dia mengungkapkan, bahwa dana sekitar 800 ribu dolar AS pada pekan lalu dikirimkan kepada kelompok garis keras di Indonesia.
Kelompok ISIS menyatakan bertanggung jawab atas serangan di Jakarta pada 14 Januari 2015 itu, yang memicu kekhawatiran akan memijakkan kakinya di Asia Tenggara. Ia merinci bahwa 100 ribu dolar AS berasal dari kota Raqa, Suriah, yang menjadi ibu kota negara khilafah tersendiri IS, untuk mendukung kegiatan kelompok garis keras di Indonesia dan sekitar 700 ribu dolar AS dari Australia. Namun, dia tidak tahu dari mana dana dari Australia itu.
"Sekarang, petugas kami bekerja keras, mencoba memantau dukungan pendanaan ini, karena tanpa ada pendanaan, saya tidak berpikir mereka dapat bergerak secara agresif," kata mantan Duta Besar RI untuk Singapura itu.
Dia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang pendanaan kelompok garis keras itu. Luhut menekankan keinginannya untuk memperluas kerja sama internasional karena tidak ada negara yang melawan ancaman sendirian.
Luhut juga menyampaikan bahwa senjata yang digunakan untuk menyerang Jakarta diselundupkan dari Mindanao, wilayah kepulauan di Filipina selatan, ke kota Poso.
Luhut dan Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen mengatakan dukungan dana dan logistik dari luar negeri menjadi bukti bahwa koordinasi kelompok teroris di kawasan makin meningkat.
"Itu jaringan pendanaan internasional. Anda harus berupaya untuk mencegah dan menghambat agar aliran dana terputus," kata Ng kepada wartawan, yang mengikuti jumpa pers bersama Luhut itu.
"Semakin kita bekerja sama, semakin kita menjadi kuat. Hal ini adalah sebuah perjuangan yang mungkin terjadi dalam beberapa dekade, kami butuh beberapa mitra dalam mengatasi persoalan ini," kata Ng.