REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Saldi Isra, menilai mengembalikan fungsi MPR sebagai pengatur Garis Besar Halauan Negara (GBHN) sulit dilakukan. Kondisi politik saat ini menjadi salah satu penghalang penting terwujudnya kembali peran MPR itu.
"Menyusun GBHN hampir mustahil terwujud saat ini. Kondisi politik menjadi ganjalan mengembalikan fungsi MPR sebagai pengatur GBHN," tegas Saldi dalam diskusi bertajuk 'Perlukah GBHN ?' di Jakarta, Jumat (22/1).
Menurut Saldi, posisi kekuasaan presiden dan koalisi partai pemenang pemilu saat ini tidak seperti kondisi pemerintahan masa Presiden Soekarno atau Presiden Soeharto. Sebab, posisi kekuatan koalisi pemenang pemilu lalu tidak jauh berbeda dengan koalisi oposisi.
"Karenanya, kekuatan politik yang ada sekarang tidak cukup kuat untuk mendukung terwujudnya wacana pengembalian GBHN," tutur Saldi.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, Ahmad Basarah, tetap menyatakan jika partainya tetap ingin mengembalikan fungsi MPR sebagai pengatur GBHN. Pihaknya pun menegaskan GBHN diperlukan dalam pembangungan jangka panjang negara.
"Reformulasi GBHN penting dilakukan untuk memberikan arahan agar pembangunan jangka panjang lebih terintegrasi," ujar Basarah.
GBHN tidak berlaku lagi sejak 2012 lalu. Sebagai gantinya, diterbitkan UU Nomor 25 Tahun 2014 yang mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.