Kamis 21 Jan 2016 18:00 WIB

Muktamar Islah PPP Ibarat Surat Nikah Asli dan Palsu

Rep: Agus Raharjo/ Red: Karta Raharja Ucu
Ketua Umum PPP Djan Faridz.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua Umum PPP Djan Faridz.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil muktamar Jakarta, Djan Faridz menegaskan kepengurusan PPP yang sah adalah hasil muktamar Jakarta. Sebab, muktamar Jakarta sudah dinyatakan sah oleh putusan Mahkamah Agung (MA).

Jadi, Djan menilai tidak perlu ada muktamar islah seperti yang digagas oleh senior partai berlambang Kakbah ini. "Saya punya keputusan MA yang menyatakan muktamar Jakarta adalah muktamar yang sah," kata Djan kepada Republika.co.id, Kamis (21/1).

Djan sangat menyayangkan sikap beberapa pihak yang ingin menggelar muktamar islah. Terlebih, muktamar Jakarta yang sudah memilihnya sebagai ketua umum dianggap tidak sah. Bahkan, penggagas muktamar islah mengembalikan kepengurusan Bandung sebagai pihak yang akan menyelenggarakan muktamar paling lambat April tahun ini.

(Baca Juga: Djan Faridz: Saya Doakan Menkumham Masuk Surga)

Mantan menteri perumahan rakyat ini mengibaratkan muktamar islah ini seperti sebuah konflik pernikahan. Pasangan suami-istri yang memiliki surat nikah lengkap dengan stempel Kantor Urusan Agama (KUA) dihadapkan pada pihak ketiga. Pihak ketiga ini adalah seorang wanita yang memiliki anak lebih banyak tapi menggunakan surat nikah palsu.

Pihak ketiga meminta untuk islah dengan pasangan suami-istri. Djan mengatakan akan menyodorkan pada penggagas muktamar islah seorang wanita berusia 60-70 tahun yang memiliki anak banyak serta membawa surat nikah palsu yang menyatakan suami mereka adalah penggagas muktamar islah.

Djan menambahkan, antara istri mereka (penggagas muktamar islah) dengan yang tidak sah akan menggelar islah untuk menentukan mana istri yang sah. Namun, penentuan ini harus ditentukan dengan sistem suara terbanyak, atau voting.

Jadi, ibaratnya pengesahan muktamar Jakarta adalah surat nikah yang sah, tapi dianggap tidak sah dan harus kembali ke titik nol yaitu kepengurusan hasil muktamar Bandung. "Titik nol itu, perempuan-perempuan itu saya bawa ke Jakarta, saya dapat, dan mereka bikin muktamar ulang istri (penggagas muktamar) mana yang sah," kata dia menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement