Kamis 21 Jan 2016 00:10 WIB

Jokowi akan Terbitkan Perpres Soal Bullying di Sekolah

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ilham
Presiden Jokowi didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas, di kantor Presiden, Jakarta, Jumat (23/10).
Foto: Setkab
Presiden Jokowi didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas, di kantor Presiden, Jakarta, Jumat (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo akan kembali menggunakan haknya untuk menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres). Kali ini, Jokowi akan mengeluarkan Perpres antirisak atau bullying di sekolah.

Saat menggelar rapat terbatas dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jokowi meminta KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) untuk memperketat pengawasan media penyiaran dan melakukan filter terhadap isi siaran yang tidak ramah anak, terutama yang mengeksploitasi kekerasan.

 

Jokowi juga mengatakan setuju dengan usulan penerbitan Perpres tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan dengan meminta Mendikbud, KPAI, dan Menko PMK untuk segera menyiapkan draftnya.

“Lingkup Perpres adalah pemastian lingkungan sekolah yang ramah anak dan memiliki mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan di sekolah, madrasah dan pesantren,” kata Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh pada siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (20/1).

 

Di samping Perpres tentang pencegahan kekerasan di sekolah dan optimalisasi pengawasan terhadap tayangan kekerasan, KPAI juga mengusulkan perluasan cakupan Insturksi Presiden (Inpres) Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak. Inpres yang sebelumnya hanya mengatur kejahatan seksual, diharapkan menjadi Gerakan Nasional Perlindungan Anak (GNPA) sebagai gerakan nasional di bawah koordinasi langsung Presiden.

 

KPAI juga mengingatkan kembali atas komitmen penerbitan aturan pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan terhadap anak. Presiden pun kembali memerintahkan Menko PMK untuk melakukan percepatan draft Perpu untuk ditandatangani.

 

“KPAI menilai ada ketidaksinkronan antara komitmen Presiden dengan pembantu di bawahnya. Keberlarutan penerbitan Perpu bisa dibaca sabebagai adanya indikasi pembangkangan di level teknis,” kata Niam.

 

Niam memaparkan, data kasus-kaus anak 2015 dibanding 2014 memang mengalami penurunan. Hanya saja, kasus kekerasan dan bulliying di sekolah, terutama anak menjadi pelaku justru meningkat.

 

Secara umum, tindak kekerasan terhadap anak di tahun 2015 ini menurun sebesar 25 persen (3820 kasus) dibanding tahun 2014 (5066 kasus). Akan tetapi, kasus pelanggaran anak di bidang pendidikan justru naik sebesar 4 persen, dari 461 kasus di 2014 menjadi 478 di 2015.

 

“Bahkan, anak yang jadi pelaku perundungan (bullying) di sekolah meningkat drastis, 39 persen di 2015,” kata Niam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement