Rabu 20 Jan 2016 17:48 WIB

Demokrat: Revisi UU Terorisme Jangan Langgar HAM

Rep: Agus Raharjo/ Red: Ilham
Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) (tengah)bersama Sekretaris Fraksi Demokrat Didik Mukriyanto (kiri) saat melakukan silaturahim dengan awak media di kantor Fraksi Partai Demokrat, KOmpleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/1).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) (tengah)bersama Sekretaris Fraksi Demokrat Didik Mukriyanto (kiri) saat melakukan silaturahim dengan awak media di kantor Fraksi Partai Demokrat, KOmpleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Demokrat masih akan menimbang soal revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme. Demokrat ingin melihat draf yang akan diusulkan pemerintah dalam revisi UU ini.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukrianto mengatakan, persoalan terorisme tidak dapat diselesaikan secara instan. Namun, secara prinsip, Demokrat setuju revisi UU ini kalau untuk kepentingan bangsa dan negara.

Di sisi lain, kata Didik, revisi UU soal terorisme ini harus seimbang antara penguatan untuk pemberantasan dengan koridor hukum yang berlaku. Jangan sampai, revisi UU justru membuat terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) semakin banyak.

“Artinya, koridor hukum harus jelas, dan HAM juga harus diterjemahkan dalam koridor hukum itu, apapun tindakannya harus melandaskan norma-norma serta HAM,” kata Didik pada Republika.co.id, Rabu (20/1). (Demokrat tak Setuju Revisi UU KPK untuk Menambah Kewenangan Anggaran).

Didik menambahkan, Demokrat ingin revisi UU Terorisme atau Intelijen tidak menimbulkan dampak pelanggaran HAM. Terlebih, dinamika demokrasi di Indonesia semakin dinamis. UUD 1945 juga menjamin hak kebebasan untuk berpendapat dan berserikat.

Salah satu yang menjadi wacana dalam revisi UU ini adalah adanya penguatan untuk pencegahan. Namun, saat yang bersamaan, semua pihak harus siap jika aksi teror terjadi.

Intinya, kata Didik, Demokrat sepakat dengan penanggulangan terorisme tapi tetap menghormati kebebasan HAM di Indonesia. “Kita tidak ingin perubahan UU digunakan alat bagi pihak penguasa atau yang berkuasa, bukan hanya pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu untuk saling mengintimidasi satu sama lain,” kata Didik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement