REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi Gerindra meminta seluruh pihak jernih melihat kasus teror yang terjadi di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, pekan lalu.
Sebab, sampai saat ini belum ada klarifikasi yang jelas soal terjadinya pengeboman dan penembakan yang dilakukan kelompok teroris. Selama kasus ini belum dapat diungkap dengan jernih, revisi UU terorisme akan terus menuai pro-kontra.
Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa mengatakan, banyak persoalan yang belum terjawab soal terorisme di Indonesia.
Kalau pemerintah ingin mengajukan revisi UU Terorisme, masih banyak pertanyaan yang perlu dijawab pemerintah. Artinya, belum ada jawaban pasti yang objektif soal terjadinya tindak terorisme di Jakarta, pekan lalu.
"Jadi, masih ada kecurigaan apakah bom Thamrin agar UU Terorisme direvisi, ada kecurigaan seperti itu," kata Desmond di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (20/1).
Desmond menambahkan, pihak kepolisian dan Badan Intelijen Negara (BIN) harus memberikan klarifikasi terlebih dahulu soal kasus teror tersebut.
Kalau belum ada klarifikasi dan kejelasan dari pihak terkait, Komisi III dan Komisi I belum dapat memberikan tanggapannya soal revisi UU Terorisme ini apakah diperlukan saat dini atau tidak. Sebab, sampai saat ini kasus teror yang berada di wilayah lingkaran vital pertama negara ini masih abstrak.
Menurut Wakil Ketua Komisi III ini, wilayah pembahasan terorisme ada di dua komisi di DPR RI. Namun, sebelum ada penjelasan dari pemerintah secara jelas dan resmi, dua komisi ini akan sulit untuk menanggapi rencana revisi UU Terorisme.
Sebab, bagi komisi III, kata dia, masih ada pertanyaan besar yang belum terjawab dari tragedi pengeboman Starbucks dan pos polisi di Jalan Thamrin itu.
"Apakah kasus Sarinah atau Tahmrin itu bagian dari trigger untuk merevisi UU Terorisme. Apakah memang betul teroris, atau by design ini belum terjawab secara maksimal," katanya.