Rabu 20 Jan 2016 11:40 WIB

Apa Betul Ada Deradikalisasi di Lapas?

Rep: c21/ Red: Teguh Firmansyah
Refly Harun
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Refly Harun

REPUBLIKA.CO.ID,   JAKARTA – Deradikalisasi di sejumlah lembaga permasyarakatan tidak berjalan dengan maksimal. Hal tersebut, dibuktikan dengan kabar jika terduga otak pelaku pengeboman Starbucks Coffe dan Pos Polisi Sasrinah, Bahrun Naim pernah mendekam di penjara. Polisi mengatakan, Bahrun Naim kini sedang berada di Suriah. 

“Jadi program penanganan Deradikalisasinya tidak berhasil.  Jadi menyangkut pelaksanaan UU di lapangan, sebagai contoh di lembaga permasyarakatan,” ujar Pengamat Hukum Refly Harun kepada Republika.co.id, Rabu (20/1).

Refly mempertanyakan apakah betul-betul mereka menjalankan program Deredaklisasi dengan sangat baik. Sementara di lembaga permasyarakatan residivis dalam kasus lain banyak yang keluar masuk penjara.

“Saya pernah mendengar dari orang yang pernah di penjara, namun harus dikonfirmasi kembali.  Justru kalau teroris malah ditakuti oleh petugas lapas,” tutur dia.

Itu dalam artian, petugas lembaga permasyarakatan tidak akan berani macam-macam dengan tersangka terorisme. Namun kepada penghuni lembaga permasyarakatan lainnya, mereka dapat macam-macam. Kondisi itu tentu tidak baik.

Refly menekankan terorisme memang masuk ke dalam tindak pidana khusus. Jadi sewajarnya diperlakukan secara khusus juga, seperti kasus korupsi dan kejahatan kemanusiaan.

“Jadi tidak ada kekurangan dalam UU terorisme memberikan kewenangan yang besar kepada penegak hukum. Sekarang tinggal bagaimana melaksanakan di lapangan,” kata dia.

Peraturan terorisme sendiri telah diatur di dalam UU Nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan terorisme dan UU Nomor 9 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan terorisme. Namun beberapa kalangan menilai, jika UU Terorisme sekarang, masih dipertanyakan dalam keefektifannya.

Baca juga, Revisi UU Terorisme Dinilai Bisa Memanjakan BIN.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement