REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Panitia khusus (pansus) revisi Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme diminta tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Selain soal HAM, fraksi-fraksi di DPR meminta agar pemerintah menyertakan perhatian negara pada korban dari aksi terorisme.
Anggota pansus UU Terorisme dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Muslim Ayub mengatakan selama ini pemerintah terkesan abai pada korban akibat aksi terorisme. Padahal, korban juga harus diperhatikan karena banyak dari mereka kesulitan melanjutkan kehidupannya setelah terkena dampak aksi terorisme.
“Korban tidak mendapat santunan dari pemerintah, seharusnya negara hadir dalam situasi sulit yang diejawantahkan dalam revisi UU ini,” tutur Muslim Ayub di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/4).
Dorongan agar UU Terorisme ini lebih memerhatikan korban juga disuarakan oleh fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota pansus dari fraksi PKB, Saiful Bahri Anshori mengatakan ada empat hal yang harus diperhatikan dalam revisi UU Terorisme ini. Salah satunya adalah soal korban aksi terorisme.
PKB meminta dalam pembahasan revisi nanti menempatkan negara dalam posisi untuk turut serta memikirkan nasib korban terorisme.“Terkait korban terorisme, kita belum memberikan prioritas pada mereka, jangan sampai mereka sengsara dan penanganannya minim,” tegas Saiful Bahri.
Fraksi Partai Nasdem juga menyoroti soal nasib korban akibat aksi terorisme. Anggota pansus UU Terorisme Supiadin Aries Saputra mengatakan, ke depan, negara harus hadir bukan hanya dalam pencegahan dan penindakan aksi-aksi teror, melainkan juga hadir untuk korban terorisme.
Menurut dia, langkah pemerintah terhadap korban harus benar. Nasdem meminta revisi UU Terorisme ini bukan bersifat reaktif dari kejadian teror beberapa waktu lalu. Supiadin meminta UU ini harus komprehensif untuk mengatur masalah terorisme, termasuk perhatian pemerintah terhadap korban.
“Kalau seseorang menjadi korban teroris, siapa yang mengganti biaya mereka? Pelaku bom atau pemerintah, atau dia sendiri? Ini harus dipikirkan,” kata Supiadin.