Selasa 19 Jan 2016 21:14 WIB

Soal Jenazah Ahmad Muhazan, Warga Kedungwungu Sempat Ricuh

Rep: Lilis Handayani/ Red: Ilham
 Aparat Desa Kedungwungu mengunjungi rumah orang tua Ahmad Muhazan di RT 04 RW 01 Blok Desa, Desa Kedungwungu, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Jumat (15/1).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Aparat Desa Kedungwungu mengunjungi rumah orang tua Ahmad Muhazan di RT 04 RW 01 Blok Desa, Desa Kedungwungu, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Jumat (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Masyarakat dan aparat Desa Kedungwungu, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu akhirnya memutuskan untuk menerima jenazah Ahmad Muhazan atau Azan (26 tahun), salah satu terduga teroris di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta.

Keputusan itu diambil setelah mereka menggelar rapat di Balai Desa Kedungwungu, Selasa (19/1). Namun, rapat itu diwarnai dengan kericuhan hingga nyaris baku hantam antara kelompok masyarakat yang menerima dan menolak.

Beruntung, kericuhan itu berhasil diredam oleh aparat kepolisian dari Polsek Krangkeng yang berjaga di lokasi. Para ulama dan warga yang menolak jenazah Ahmad Muhazan akhirnya meninggalkan lokasi. ''Saya mewakili masyarakat dan ulama Kedungwungu menolak jenazah (Azan) itu,'' kata salah seorang ulama, Ustadz Sayidi.

Hal senada disampaikan tokoh ulama Desa Kedungwungu lainnya, KH Mustofa Abdul Muin. Dia menjelaskan, sejak 15 Januari 2015, MUI Desa Kedungwungu bahkan sudah menyatakan dengan tegas penolakan tersebut.

''Sikap kami tetap menolak, karena dia (Azan) sebelumnya sudah mengkafirkan ulama Desa Kedungwungu,'' kata Mustofa. (Baca: Kehidupan Tiga Pelaku Teror Sarinah).

Sementara itu, usai para ulama meninggalkan lokasi, kepala desa dan warga yang menerima jenazah Azan melanjutkan musyawarah.''Menyikapi dua aspirasi masyarakat Kedungwungu soal jenazah Ahmad Muhazan, maka diambil jalan tengah,'' kata Kepala Desa Kedungwungu, Ahmad Fuadi.

Pertama, masyarakat Kedungwungu tetap mengutuk keras tindakan terorisme di Sarinah. Masyarakat pun mendukung pemerintah memberantas jaringan terorisme sampai ke akar-akarnya.

Kedua, masyarakat Desa Kedungwungu secara keseluruhan menganut paham Ahlusunah Wal Jamaah Al-Nahdiyyah, dengan memegang prinsip tawasut (moderat), tawazun (seimbang), ta'adul (adil), dan tasamuh (toleran). Karenanya, paham keagamaan yang menyalahi prinsip tersebut, seperti yang selama ini dianut kelompok teroris ditolak dengan tegas.

Ketiga, seluruh elemen masyarakat Kedungwungu siap membantu dan bekerja sama dengan pemerintah dan pihak kepolisian untuk menangkal dan memberantas paham gerakan radikalisme dan terorisme. Tak hanya  di Desa Kedungwungu, namun juga secara luas di Indonesia.

Fuadi menambahkan, masyarakat Desa Kedungwungu juga meminta maaf kepada korban dan seluruh bangsa Indonesia atas perbuatan Ahmad Muhazan, dalam peristiwa pengeboman di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta. ''Masyarakat Kedungwungu pun menerima kedatangan jenazah dengan dasar asas kemanusiaan dan atas dasar permintaan dari keluarga Almarhum Ahmad Muhazan,'' tutur Fuadi.

Salah seorang kerabat Ahmad Muhazan, Miftah Khariri mengaku bisa memahami penolakan yang disampaikan sebagian warga Desa Kedungwungu. Namun, dia juga meminta kepada masyarakat Desa Kedungwungu untuk memaafkan perbuatan Ahmad Muhazan.

Sementara itu, pemulangan jenazah Ahmad Muhazan masih menunggu perkembangan lebih lanjut dari Mabes Polri. Sebelumnya, Tim DVI Dokkes telah mengambil sampel DNA ibu kandung Ahmad Muhazan, Maemunah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement