REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kejaksaan Tinggi Sumatra Barat (Kejati Sumbar) akan menyelidiki hilangnya 16 warga Kota Padang yang diduga bergabung dengan organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Kepala Kejati Sumbar, Widodo mengungkapkan, sesuai Pasal 30 UU Nomor 16 Tahun 2004, kejaksaan diberi kewenangan mengawasi aliran kepercayaan yang dapat membahayakan negara, serta mencegah penyalahgunaan dan penodaan agama.
"Melalui jajaran intelijen, Kejati akan menelusuri terkait arah pergerakan masyarakat yang hilang itu," kata dia di Kota Padang, Sumatra Barat, Senin (18/1).
Widodo mengatakan, kejaksaan merupakan koordinator Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem). Ia yakin kejaksaan mampu mengungkap hilangnya 16 warga Kota Padang tersebut.
Yang perlu dikhawatirkan, menurutnya, orang-orang tersebut tidak hanya bergabung dengan Gafatar. Namun, juga menjadi anggota ISIS karena telah dicuci otaknya.
Menurut Widodo, Sumbar merupakan salah satu daerah yang masuk kategori bersih dari keberadaan teroris. Alasannya, tidak ada narapidana teroris dipenjara di daerah ini. Selain itu ia mengatakan, Sumbar mempunyai adat istiadat dan keyakinan beragama yang kuat.
Kendati demikian ia tidak memungkiri jika penyebaran ajaran radikal bakal masuk ke Sumbar.
"Bisa jadi melalui penyusupan orang yang datang dari luar Sumatra Barat atau orang lokal yang telah meninggalkan dan kembali lagi. Ini yang perlu diwaspadai," tutur Widodo.
Ia meminta seluruh elemen masyarakat, seperti tokoh adat dan agama bersama-sama pemerintah dan pihak terkait, ikut mengawasi ajaran sesat. Jangan sampai ajaran tersebut menyebar di Sumbar.
"Selalu mengintensifkan komunikasi melalui wadah Bakorpakem (Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat)," kata dia menjelaskan.