REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR, Tantowi Yahya mengatakan dibutuhkan koordinasi antara kementerian/lembaga di pemerintahan untuk menangkal ancaman-ancaman tindakan terorisme, sehingga tidak diperlukan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen maupun penambahan kewenangan aparat intelijen.
"Saya menilai yang dibutuhkan sekarang adalah koordinasi antara kementerian atau lembaga terkait, tanpa itu tidak akan berjalan maksimal dan tidak ada efek apapun," katanya, Senin (18/1).
Dia menilai Undang-Undang Intelijen merupakan produk baru yang dibuat 2011 dan diinginkan bersifat jangka panjang serta bersifat antisipatif dan futuristik serta sudah harus mengantisipasi ancaman-ancaman yang terkait dengan keselamatan NKRI.
Menurut dia, UU apapun tidak memiliki kekuatan ketika para pelaksana tidak melakukan koordinasi apalagi menghadapi ancaman terorisme dan tidak dapat diselesaikan oleh satu lembaga saja namun harus bersifat kolaboratif dan koordinatif.
"Tidak perlu (revisi UU Intelijen) karena masih bagus dan tinggal pelaksanaannya saja," ujarnya.
Tantowi mengatakan tugas Badan Intelijen Negara (BIN) yaitu penangkalan dini sehingga dirinya tidak sepakat ketika institusi itu harus diberikan wewenang baru yaitu penangkapan. Menurut dia, apabila itu terjadi maka pertanggungjawabannya kepada publik bagaimana sehingga lebih baik tugas BIN tetap seperti sekarang.
"Jadi BIN yang benar seperti ini, bagaimana BIN memberikan informasi kemudian Polri dan TNI melakukan tindakan," katanya.
Menurut dia, seharusnya informasi yang diberikan BIN harus ditindaklanjuti Polisi atau lembaga terkait sehingga tidak terjadi kebobolan tindakan teror.
Sebelumnya, Kepala BIN Sutiyoso menyatakan kewenangan lembaga yang dipimpinnya dalam menangani terorisme memang terbatas. Sutiyoso mengharapkan UU Intelijen Negara direvisi tujuannya memberi kewenangan lebih besar kepada BIN.
"Salah satu jalannya ya revisi Undang-Undang Intelijen Negara ataupun Undang-Undang Tentang Terorisme agar BIN bisa menangkap serta menahan teroris," ujar Sutiyoso.
Dia mengatakan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Prancis dan negara Eropa lainnya sudah merevisi undang-undang intelijen, tujuannya agar bisa menangkap terduga teroris.