Senin 18 Jan 2016 02:20 WIB

Pemerintah Dinilai tidak Perlu Revisi UU Terorisme

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Nur Aini
Terorisme (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Terorisme (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme, Ridlwan Habib, mengungkapkan sebenarnya perangkat perundang-undangan tentang pemberantasan terorisme sudah cukup kuat. Karena itu, pembenahan yang dilakukan pemerintah sebaiknya dilakukan di tingkat aplikasi atau penerapan di lapangan.

''Sebenarnya sudah cukup kuat (UU tersebut), cuma aplikasi atau penerapan aparat di lapangannya yang salah. Jadi bukan permasalahan Undang-Undangnya,'' kata Ridlwan kepada Republika.co.id melalui sambungan telepon, Ahad (17/1).

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan, sempat mengungkapkan, pemerintah bakal mendorong adanya upaya revisi terhadap UU No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Perubahan undang-undang ini diharapkan bisa membuat aparat keamanan dapat bergerak leluasa, terutama dalam pencegahan tindak terorisme. Revisi aturan tersebut menguat setelah terjadi teror bom di kawasan Sarinah Jakarta pada 14 Januari 2016.

Ridlwan mengatakan pemerintah semestinya memperhatikan bagaimana penjara malah menjadi lokasi penggemblengan dan penggalangan anggota baru teroris. Meski sudah dipenjara, gembong-gembong teroris, seperti Amman Abdurahman, masih mampu menggelar pertemuan, ceramah, dan mengirim khutbah ataupun suara kepada pengikut-pengikut pro-Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Hal ini seperti terjadi kepada salah satu pelaku teror bom Thamrin, Kamis (14/1) kemarin, Afif, yang sempat mengikuti pengajian Amman Abdurahman sewaktu menghuni LP Cipinang. ''Tempat yang seharusnya diharapkan menjadi lokasi pertobatan, kok malah menjadi penggemblengan anggota baru? Hal-hal seperti ini yang harusnya dibenahi pemerintah, dalam hal ini Dirjen Pemasyarakatan,'' ujar Ridlwan juga menjabat Koordinator Eksekutif Indonesia Intelegence Institute tersebut.

Pemerintah, ujar Ridlwan, tidak perlu ramai berdebat kembali soal Undang-Undang. Dikhawatirkan, masalah ini justru malah membuar gaduh dengan politisi-politisi. ''Negara akan sia-sia berdebat di situ, maksimalkan saja UU yang ada,'' tutur Ridlwan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement