Ahad 17 Jan 2016 14:54 WIB

Usulan Kepala BIN Dapat Penolakan

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Esthi Maharani
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso
Foto: ANTARA
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso, sempat mengungkapkan harapan adanya perluasan kewenangan, yaitu adanya wewenang penangkapan dan penahanan. Wewenang ini dianggap sebagai salah satu cara bagi BIN untuk bisa memaksimalkan upaya pencegahan dan pemberantasan terorisme.

Namun, usulan ini mendapat penolakan dari sejumlah pihak. Salah satunya adalah Koordinator Eksekutif Indonesia Intelegence Institute, Ridlwan Habib. Menurutnya, jika BIN diberi wewenang tambahan berupa kemampuan penangkapan dan penahanan, maka gerak demokratisasi yang sudah dibangun malah mundur.

''Itu akan mengembalikan demokrasi kita ke masa lalu, di era Orde Baru, dimana BIN sebagai badan intelijen tidak bisa dikontrol oleh sipil secara baik,'' ujar Ridlwan saat dihubungi Republika, Ahad (17/1).

Lebih lanjut, Ridlwan menjelaskan, kerja dari intelijen adalah memberikan peringatan dini. Jadi lembaga intelijen itu mendeteksi kemungkinan adanya serangan dan ancaman di berbagai bidang, namun bentuknya adalah analisa dan bukan tindakan.

''Jadi lembaga itu bukanlah sebagai lembaga eksekutor. Lembaga yang memiliki kewenangan untuk menganalisa, dalam konteks terorisme, adalah Polri. Jika mereka tidak sanggup, bisa dibantu oleh TNI,'' ujar Ridlwan.

Sehingga, tidak ada alasan bagi BIN untuk diberikan kewenangan tambahan, terutama penangkapan dan penahanan. Terlebih, soal penahanan seseorang yang diduga terlibat dalam aksi terorisme. ''Nanti siapapun kemudian dengan alasan dicurigai intelijen bisa langsung ditahan dan ditangkap. Itu kan seperti rezim terdahulu, rezim Orde Baru,'' tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement