REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Banggai, Sulawesi Tengah, disoroti karena persoalan daftar pemilih tetap (DPT) tambahan. Kebijakan tersebut dinilai berpotensi menjadikan proses Pilkada kemarin tak berjalan mulus.
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan perkara pilkada Banggai No: 62/PHP.BUP/XIV/2016 atas nama Calon Bupati dan Wakil Bupati Banggai Ma'mun Amir & Batia Sisilia Hadjar, pada Kamis kemarin (14/1) di Gedung MK, Jakarta.
Dalam sidang panel yang dipimpin Hakim MK Patrialis Akbar ini, Kuasa Hukum Termohon Muhammad Dong membenarkan bahwa KPUD Kab Banggai telah mencetak DPT tambahan di luar jadwal tahapan pemilukada, yakni tanggal 6, 7 dan 8 Desember 2015. "Kami memang cetak DPT tambahan untuk memperbaiki DPT di beberapa TPS yang salah cetak. Ini bukan DPT Ilegal," ujar Muhammad.
Diakuinya, DPT tambahan ini dicetak di Kecamatan Luwuk. Pengacara pemohon Unoto Dwi Yulianto mengaku lega karena KPUD telah mengakui bahwa mereka mencetak DPT beberapa hari jelang pemilihan.
"KPUD Banggai telah akui cetak DPT tambahan. Jika mereka cetak di luar tahapan, lalu apa namanya kalau bukan ilegal. Apalagi tanpa sepengetahuan Panwaslih dan saksi-saksi Paslon," kata Unoto, dalam keterangannya, Sabtu (16/1).
Dia mempertanyakan mengapa hanya untuk sekadar memperbaiki DPT yang salah cetak saja, KPUD Banggai harus mencetak tambahan DPT sebanyak 14.488. Menurut Unoto penambahan DPT ini memantik munculnya DPT fiktif yang tak memiliki NIK dan No. KK dalam jumlah besar. "DPT tambahan ini sangat signifikan berpengaruh terhadap perolehan hasil suara," ujarnya.
Pihaknya meyakini hakim MK akan sangat bijak melihat persoalan hukum ini secara substansial dan tidak hanya sekedar pada selisih suara.