Selasa 12 Jan 2016 18:28 WIB

Pengamat: Pelantikan Ketua DPR Cacat Hukum

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Bayu Hermawan
 Politikus Partai Golkar Ade Komarudin dilantik sebagai Ketua DPR lanjutan periode 2014-2019 pada Sidang Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/1).  (Republika/Rakhmawaty La’lang)
Politikus Partai Golkar Ade Komarudin dilantik sebagai Ketua DPR lanjutan periode 2014-2019 pada Sidang Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/1). (Republika/Rakhmawaty La’lang)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari mempertanyakan keabsahan pelantikan Ketua DPR RI, Ade Komaruddin. Sebab, menurutnya pelantikan tersebut cacat secara hukum.

"(SK kepengurusan) Agung sudah dicabut, Ical (Aburizal Bakrie) sudah jatuh tempo. Artinya kepengurusan Golkar cacat hukum semua. Sehingga, Golkar kepengurusan sekarang ini, tak sah mengajukan kadernya sebagai pimpinan DPR," katanya di Kota Padang, Sumatra Barat, Selasa (12/1).

Ia mengatakan apabila sebuah partai tidak sah secara hukum, maka seluruh hak dan kewenangannya juga tidak sah. Sehingga menurutnya, Partai Golkar sudah kehilangan kesempatan dan kewenangan mencalonkan kadernya sebagai Ketua DPR. Bahkan, menurutnya, seluruh kader Partai Golkar di DPR RI cacat hukum.

"Karena anggota DPR dan DPRD berasal dari partai. Partai adalah peserta Pemilu. Bukan personal," jelasnya.

Feri melanjutkan konflik DPR itu justru menyandra lembaga negara tersebut. Sebab, dalam UU MPR, DPR, DPRD, dan DPD, dijelaskan, penggantian anggota DPR berasal dari partai yang sama.

"Bagaimana jika partai tersebut bubar, dibubarkan atau kepengurusannya tidak sah," ujarnya.

Sehingga menurutnya, kekosongan hukum dimaksud, perlu mendapatkan tafsiran dari Mahkamah Konstitusi. Feri mengatakan, jika pengganti pimpinan DPR dipilih dari partai lain, saat ini tidak ada norma hukumnya.

Dikhawatirkan, pimpinan tersebut justru dianggap tidak sah. Ia menambahkan, Partai Golkar harus secepatnya menyelesaikan konflik internal untuk selanjutnya mengajukan kader sebagai pimpinan DPR.

"Pilihan bagi DPR, ajukan tafsir ke MK atau revisi UU MD3," katanya lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement