Rabu 06 Jan 2016 06:47 WIB

Tenaga Kerja Kesehatan Indonesia Dinilai Belum Siap Masuki MEA

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Angga Indrawan
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf menjawab pertanyaan wartawan usai menggelar jumpa pers terkait iklan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (4/2). ( Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf menjawab pertanyaan wartawan usai menggelar jumpa pers terkait iklan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (4/2). ( Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga kerja Indonesia di bidang kesehatan dinilai belum siap memasuki ajang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Mereka dinilai masih kesulitan bersaing dengan tenaga kerja kesehatan dari negara-negara ASEAN lain. 

Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan Indonesia mengalami keterbatasan dalam melahirkan dokter-dokter spesialis. “Kalau dilihat dari akademi atau perguruan tinggi yang melahirkan tenaga dokter, ini tidak semasif yang diharapkan sehingga kita belum siap terimanya,” ujarnya kepada Republika.co.id, Selasa (5/1). 

Politikus Partai Demokrat ini mengatakan persaingan dalam tenaga kesehatan antarnegara  nantinya akan mengerucut pada tenaga spesialis, bukan dokter umum. Tenaga spesialis dari luar negeri sudah menjamur. Ditambah lagi, sebagian besar dari mereka sudah memiliki sertifikasi. 

Untuk itu, tenaga kesehatan Indonesia harus menyesuaikan dengan pasar internasional. “Harus ada sertifikasinya,” kata dia. Namun, kata Dede, untuk profesi lain seperti insinyur, arsitek, dan pemandu wisata, tenaga kera Indonesia tidak kalah berkualitas. 

Suka atau tidak, Indonesia harus siap memasuki MEA. Dede pun meminta pemerintah menyiapkan sertifikasi. Lembaga sertifikasi profesi sangat penting karena nanti, mau tidak mau, tenaga kerja di delapan profesi yang dapat lintas negara harus bersertifikat internasional. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement