Jumat 01 Jan 2016 19:59 WIB

DPR: MK tak untuk Jadi Mahkamah Kalkulator

Rep: C27/ Red: Djibril Muhammad
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (kiri) bersama Sekjen MK M Guntur Hamzah ( kanan) saat menyampaikan refleksi dan proyeksi kinerja Mahkamah Konstitusi 2015 di Jakarta, Rabu (30/12).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (kiri) bersama Sekjen MK M Guntur Hamzah ( kanan) saat menyampaikan refleksi dan proyeksi kinerja Mahkamah Konstitusi 2015 di Jakarta, Rabu (30/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak perlu mengekang dalam masalah gugatan pemilihan kepala daerah (pilkada). MK tidak boleh hanya menjadi lembaga penghitung tanpa melihat kecurangan yang tersrtuktur, sistematis, dan masif (TSM).

"MK tidak boleh membonsai kewenangan konstitusionalnnya hanya untuk menjadi Mahkamah Kalkulator," ujar Dasco melalui keterangan yang diterima Republika.co.id, Jumat (1/1).

Menurut Dasco, sebagian besar sengketa perselisihan hasil pemilihan yang didaftarkan ke MK memiliki dugaan kecurangan TSM. Sehingga sebagai lembaga pemberi keadilan, MK harus memeriksa perkara-perkara tersebut.

Dasco menyampaikan, berkembang opini yang tidak benar soal Pasal 158 UU Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang dianggap membatasi pengajuan perkara di MK hanya jika terdapat perbedaan paling besar 0,5 persen, 1 persen, 1,5 persen dan 2 persen sesuai dengan kategori jumlah penduduk daerah tersebut.

Menurut dia, hal itu tidak tepat, karena dalam Pasal 158 sama sekali tidak ada kata-kata batasan. Selain mendalilkan selisih perolehan suara Pemohon tetap bisa mendalilkan kecurangan yang TSM.

Untuk memahami Pasal 158, menurut anggota dewan dari Fraksi Gerindra ini, harus menggunakan metode penafsiran sistematis. Tidak boleh merujuk hanya pada satu pasal, tapi menghubungkannya dengan pasal-pasal sebelumnya yaitu pasal 156 dan 157 ayat (3).

Dalam pasal 156 dan 157 ayat (3), MK berhak mengadili perselisihan penetapan perolehan suara yang signifikan dan dapat mempengaruhi penetapan calon untuk maju ke putaran berikutnya atau penetapan calon terpilih. Maka jika kecurangan TSM dirasakan signifikan, hal tersebut bisa dijadikan dasar permohonan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement