Ahad 27 Dec 2015 03:00 WIB

Marwah Daud Kritisi Eksistensi Pilkada untuk Rakyat

Rep: c25/ Red: Taufik Rachman
Marwah Daud Ibrahim
Foto: Republika
Marwah Daud Ibrahim

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pilkada Serentak menyisakan sejumlah persoalan dengan banyaknya laporan kasus pelanggaran yang masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini membuat eksistensi dari Pilkada sendiri menuai banyak kritikan.

Cendekiawan Muslim Marwah Daud, mempertanyakan manfaat dari kehadiran pelaksanaan Pilkada, yang selama ini dinilai tidak banyak bisa dirasakan oleh rakyat Indonesia. Menurutnya, Pilkada yang selama ini telah dilaksanakan tidak memberi manfaat yang terasa bagi rakyat, lantaran tidak berhasil mencetak pemimpin yang dapat menyejahterakan rakyat.

Ia mengaku sangat terusik dengan kondisi yang ada, yang mana Pilkada terus dilakukan dan banyak orang telah terpilih, tapi kesejahteraan belum bisa dirasakan masyarakat sampai hari ini. Maka itu, Marwah menegaskan publik dapat terus mengkritisi Pilkada, sehingga kalaupun ada manfaat yang diniatkan dari hasil Pilkada dapat benar-benar dirasakan.

"Jangan sampai rakyat tidak mendapatkan apa-apa dari Pilkada ini," kata Marwah, saat menjadi salah satu pembicara dalam sebuah diskui publik di Jakarta, Sabtu (26/12).

Ia mengungkapkan kebobrokan orang-orang yang selama ini telah terpilih dari Pilkada, yang dianggap selalu mencari keuntungan dan pelayanan yang bisa didapatkan. Hal itu semakin diperburuk, dengan Pasal 158 UU nomor 8/2015 yang dianggap akan membelit pelanggaran-pelanggaran dari Pilkada, untuk dapat diproses oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Terkait Pasal 158 UU nomor 8/2015 yang banyak menuai kritik, Marwah mengatakan cikal bakal kehadiran pasal itu ada pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Marwah, Perpu yang dikeluarkan SBY serta duduknya Akil Mochtar sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi kala itu, memiliki andil besar dalam kehadiran pasal kontroversi tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement