Rabu 23 Dec 2015 10:10 WIB

Tujuh Keprihatinan Perawat Indonesia

Red: M Akbar
Demo menuntut disahkannya UU Keperawatan
Foto:

Keenam, Prosedur mendapatkan STR. Ini yang paling banyak dikeluhkan oleh teman-teman se Indonesia. Tanggapan Ketua MTKI terhadap Surat Terbuka kami, terkait Masalah STR tanggal 26 Agustus 2015, sebenarnya cukup menggembirakan. Namun kenyataan di lapangan masih tetap sama.

STR yang tidak lain adalah surat sakti tersebut sangat dibutuhkan penyederhanaan prosedurnya.

Keberadaan MTKI dan sistemnya di negeri kita tidak lebih sebagai bentuk birokrasi yang cenderung mempersulit profesi keperawatan. Bukannya mempermudah. Itulah yang dirasakan oleh teman-teman, dari Sabang-Merauke.

Kami tidak menutup kenyataan bahwa ada yang pengurusan STR nya lancar. Tetapi, ribuan yang terlunta-lunta, tidak tahu kapan mereka akan menerima. Itupun, tidak ada jaminan pengetikan identitasnya benar. Kemungkinan kesalahan seperti inilah yang perlu dikoreksi.

Kami sangat mendukung adanya perbaikan kualitas layanan keperawatan di negeri ini dengan diberlakukannya akreditasi, sertifikasi dan tetek-bengeknya. Namun jangan profesionalnya, yang nota bene, manusia, menjadi korbannya. Hanya karena kertas, yang nilainya tidak lebih tinggi ketimbang ijazah, nyatanya, lulusan sarjana keperawatan 'tidak boleh' bekerja.

Ketujuh: semakin ketatnya prosedur perolehan kesempatan kerja bagi profesi. Tambah tahun, dirasakan makin ketat proses seleksi rekrutmen profesi keperawatan. Padahal, untuk lulus saja, sebenarnya mahasiswa keperawatan ini sudah berbelit.

Sesudah lulus pun, harus mengikuti Uji Kompetensi. Sesudah itu, harus nunggu STR untuk bisa kerja. Nyatanya, surat keterangan sementara yang menyatakan lulus Ukom dan STR sedang diproses, tidak berlaku di banyak tempat.

Lembaga layanan kesehatan cenderung mempersulit kandidat ketimbang mempermudah. Mereka, disuruh menyediakan surat keterangan kelakuan baik, surat keterangan sehat dari dokter. Padahal, diterima kerja saja, belum. Dari mana mereka dapat duit untuk mengurus itu semua? 

Bapak Presiden, jika bukan kepada Bapak Presiden, sebagai Kepala Negara tertinggi di negeri ini, kepada siapa lagi kami mengadu?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement