REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Perlindungan Anak mendorong Pemerintah untuk segera menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Hukuman Kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
"Komnas PA mendorong Kementerian Hukum dan HAM dan Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk mempercepat pengesahan Perppu Pemberatan Hukuman Kebiri melalui suntik kimia bagi predator kejahatan seksual terhadap anak," kata Sekretaris Jenderal Komnas PA Samsul Ridwan di Jakarta, Selasa (22/12).
Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan pihaknya mendukung hukuman kebiri tanpa mencederai fisik pelaku. "Komnas Perlindungan Anak mendukung hukuman kebiri, tapi tanpa merusak fisik pelaku, itu melanggar HAM," kata Arist.
Ia menjelaskan dukungan Komnas PA dalam hukuman kebiri tersebut dilihat dari perspektif perlindungan anak. "Komnas PA perspektifnya perlindungan anak, perspektifnya korban yang sampai meninggal dunia," kata dia.
Arist menilai penolakan terhadap isu kebiri yang dikatakan oleh sejumlah kalangan melihat dari sisi hak asasi manusia si pelaku. Sedangkan menurutnya para korban kekerasan telah mengalami penderitaan yang lebih kejam bahkan hingga kehilangan nyawa.
Ia juga menilai pemberatan hukuman tersebut perlu dilakukan mengingat para korban telah mengalami kekerasan seksual dan penganiayaan sebelum dibunuh.
Selain itu, Arist juga memberikan gagasan untuk menghukum sosial para pelaku kekerasan anak dengan menempelkan foto dengan bertuliskan "Awas, Dia Pelaku Kekerasan Seksual".
Berdasarkan data dari Komnas PA, jumlah kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Jabodetabek selama 2015 mencapai 2.898 kasus. Jumlah tersebut meningkat dari tahun ke tahun sejak 2012 dengan 2.637 kasus, tahun 2013 dengan 2.676 kasus, dan 2014 sebanyak 2.737 kasus.
Sedangkan kekerasan terhadap anak dalam skala nasional sejak lima tahun terakhir mencapai 21.689.987 kasus yang tersebar di 33 provinsi dan 202 kabupaten kota. Sebanyak 58 persen dari seluruh kasus pelanggaran hak anak tersebut merupakan kekerasan seksual.