REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengakui masih banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang harus dilakukan pemerintah.
Dalam hal ini terkait dengan pemenuhan hak pendidikan anak disabilitas. "Pemerintah mengakui masih banyak yang harus dilakukan berkaitan dengan pemenuhan hak pendidikan anak disabilitas," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Kemendikbud, Hamid Muhammad di Gedung A Kantor Kemendikbud, Jakarta, Sabtu (19/12).
Saat ini, Hamid menerangkan, hanya 10 persen anak disabilitas yang terlayani pendidikannya. Meski rendah, pemerintah tengah dan akan terus mengupayakan pembangunan unit Sekolah Luar Biasa (SLB) yang baru. Jumlah ini paling tidak sebanyak 35 unit terutama di daerah yang belum memiliki SLB sama sekali.
Menurut Hamid, pemerintah juga mengusahakan untuk memberikan beasiswa kepada seluruh anak disabilitas di seluruh tingkatan. Bahkan jumlah anggarannya lebih besar daripada sekolah regular.
Anggaran beasiswa pada 2016 yang diperuntukkan beasiswa saja sekitar Rp 150.284.940.000 untuk 109.643 anak. Setiap anak akan menerima beasiswa kisaran Rp 1,25 juta hingga Rp 2,04 juta. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan Rp 9,48 Miliar bagi 3275 anak disabilitas berprestasi.
Berkaitan dengan pendidikan inklusif, menurut Hamid, sudah ada 73 pemerintah daerah yang menyelenggarakan program ini. Melalui program ini, sebanyak 62.960 anak bisa terlayani pendidikannnya tanpa harus jauh dari tempat tinggalnya.
Hamid menerangkan, pemerintah juga telah mengirim minimal Rp 25 Miliar ke daerah untuk peningkatan Guru Pendidikan Khusu (GPK). Karena itu, dia berharap pemerintah daerah bisa mengoptimalisasikan anggarannya untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas para GPK-nya. Dengan demikian, kualitas pendidikan anak disabilitas juga bisa meningkat.