Kamis 17 Dec 2015 16:42 WIB

Pengunduran Diri Novanto Dinilai Percuma

Ketua DPR Setya Novanto memberikan pernyataan kepada media di kediamannya Jalan Wijaya XIII, Jakarta, Rabu (16/12) malam.Republika/Raisan Al Farisi
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua DPR Setya Novanto memberikan pernyataan kepada media di kediamannya Jalan Wijaya XIII, Jakarta, Rabu (16/12) malam.Republika/Raisan Al Farisi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Ray Rangkuti berpendapat pengunduran diri yang dilakukan Setya Novanto sebagai Ketua DPR dinilai terlambat dan percuma.

"Pengunduran diri merupakan bagian dari tidak gentle-nya Setya Novanto," kata Ray, Kamis (17/12).

Ia berpendapat demikian karena pengunduran diri tersebut dilakukan di penghujung akhir sidang beberapa saat sebelum MKD mengetok palu untuk memutuskan Setya Novanto bersalah.

Hal tersebut, kata dia, memperlihatkan Setya Novanto tidak tulus dalam mengundurkan diri dari jabatannya. Lebih lagi permintaan maaf Novanto yang mengatakan mengundurkan diri demi rakyat dinilai tidak relevan karena masyarakat sudah terlanjur tidak percaya kepada dirinya.

Dengan pengunduran diri tersebut, Ray berpendapat, proses persidangan etik di MKD selama satu bulan terakhir menjadi sia-sia.

"Sudah banyak waktu dan tenaga yang terbuang, terjadi gonjang-ganjing, tapi akhirnya tidak ada putusan," kata Ray.

Ia mengatakan sidang MKD hanya berakhir pada pengumpulan putusan dari ke-17 anggota tanpa mengetuk palu untuk memberikan sanksi kepada Novanto.

Sementara itu tokoh masyarakat Romo Benny Susetyo juga berpendapat seharusnya proses di MKD tetap berjalan hingga menghasilkan putusan, bukannya menutup sidang karena Novanto sudah mengundurkan diri.

"Seolah-olah dengan sudah mengundurkan diri selesai, tapi bisa saja Setya Novanto nantinya bisa menjadi Ketua MKD karena tidak pernah diputus bersalah," kata dia.

Hal tersebut dinilai bisa memungkinkan Novanto mencalonkan diri sebagai pimpinan di MKD atau bahkan kembali pimpinan DPR.

"Dikhawatirkan pada waktu akan datang kembali menjadi ketua MKD atau DPR sekalipun, karena secara legal formal tidak ada larangan sebab tidak ada sanksi," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement