REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri di peresmian Waduk Titab-Ularan, Buleleng, Bali, dinilai lumrah. Padahal, saat ini Presiden kelima Indonesia itu tidak sedang menjabat sebagai pejabat negara.
Dua hari lalu, netizen dihebohkan dengan foto Megawati yang ikut mereskiman waduk terbesar di Bali itu menjadi viral di media sosial. Keheranan netizen bukannya tanpa alasan mengingat Megawati bukan pejabat negara.
(Baca Juga: Netizen Sindir Mega dengan Tagar #MegawatiRasaPresiden)
Tetapi, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi punya pendapat lain. Ia berekata di banyak negara hal tersebut tergolong lumrah.
“Melihatnya bukan sebagai seorang ketua partai melainkan sebagai presiden terdahulu,” kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (15/12).
Bukan hanya terhadap Megawati saja, hal itu bisa juga terjadi pada BJ Habibie dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jika dianggap berjasa pada satu wilayah. Menurut dia, itu bukanlah suatu persoalan.
Muradi justru heran mengapa publik mempermasalahkan hal tersebut. Peresmian oleh Megawati tersebut menurut dia tidak melanggar prinsip.
“Artinya apabila dikaitkan dengan tata kelola pemerintahan, presiden terdahulu bisa meresmikan ataupun membuka proyek pemerintah jika dianggap berjasa,” ujar dia.
Megawati dikatakan Muradi, termasuk yang menginisiasi proyek waduk tersebut. Namun sebelum pengerjaannya selesai, putri Presiden pertama RI Ir Soekarno ini keburu lengser. Setelah itu di era pemerintahan SBY, proyek tersebut berjalan lamban mengingat terbatasnya dana.
(Baca Juga: Megawati Ikut Resmikan Waduk Terbesar di Bali)
Waduk Titab-Ularan mulai resmi beroperasi Ahad (13/12) lalu. Waduk ini disebut-sebut sebagai waduk terbesar di Pulau Bali. Saat meresmikan, Megawati ditemani Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuldjono, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, dan Bupati Buleleng Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana.