REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik asal Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsudin Haris, menilai Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI seharusnya sudah bisa mengeluarkan putusan terkait dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Ketua DPR, Setya Novanto (Setnov).
(Baca: Gerindra: Usut Pihak di Balik Upaya Perpanjangan Kontrak Freeport)
MKD pun dianggap membuang-buang waktu, terlebih dengan adanya laporan yang dilakukan anggota MKD asal Fraksi Golkar, Ridwan Bae, kepada anggota MKD asal Fraksi Nasdem, Akbar Faizal. Ridwan Bae melakukan pelaporan pengaduan kepada MKD karena Akbar diduga melanggar etika lantaran membocorkan hasil sidang tertutup MKD kepada publik.
(Baca: Aksi Anggota DPR Menuntut Setya Novanto Mundur di Rapat Paripurna)
Surat pengaduan itu pun sudah ditandatangani Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah.Tidak berhenti sampai disitu, Akbar juga berniat melaporkan Ridwan ke MKD lantaran dianggap melanggar etika setelah menghadiri konferensi pers di Kantor Menkolpolhukam, beberapa waktu lalu, terkait kasus permintaan saham PT Freeport Indonesia.
Syamsudin menyesalkan kondisi ini. Padahal, menurutnya MKD tidak bisa membuang-buang waktu dengan urusan-urusan yang tidak perlu. Terlebih, DPR akan memasuki masa reses pada 18 Desember mendatang.
''Sangat disayangkan (saling lapor yang dilakukan antar anggota MKD). Malahan, seharusnya MKD sudah bisa mengeluarkan putusan soal kasus Setnov. Mereka justru buang-buang waktu,'' ujar Syamsudin Haris kepada Republika.co.id, Selasa (15/12).
(Baca: Anggota DPR Kompak Pita Hitam 'Save DPR' di Rapat Paripurna)
Tidak hanya itu, Syamsudin menilai, apa yang ada di dalam MKD sendiri sebenarnya adalah pertentangan yang tajam antara kedua kubu, yaitu kubu yang mendungkung Setnov dan kubu yang ingin menegakan kehormatan Dewan.
''Kubu-kubu itu sudah sangat jelas terlihat. Untuk saat ini, publik tentny menunggu MKD untuk segera mengeluarkan putusan tersebut,'' ujar peneliti senior LIPI tersebut.