REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan akan dihadirkan dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI siang ini, Senin (14/12). Luhut akan dimintai keterangannya terkait skandal pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang menyeret Ketua DPR RI Setya Novanto.
Sidang terhadap Menko Luhut akan digelar terbuka. Namun, menurut anggota MKD asal Fraksi Gerindra Supratman Andi Agtas, keterangan yang akan disampaikan Luhut tidak cukup urgen.
Sebab, lanjut dia, Luhut bukanlah saksi, melainkan hanya berstatus terperiksa dalam persidangan ini. Dalam pertemuan yang memuat pencatutan nama Jokowi-JK itu, Luhut hanya orang yang disebut namanya sebanyak 66 kali. Mantan kepala kantor staf kepresidenan itu tidak melihat, mendengar, atau mengalami langsung kejadian perkara.
"Nah, dalam hukum, dalam teori pembuktian, (keterangan Luhut) tidak bisa kita jadikan alat bukti," kata Supratman di Gedung DPR, Jakarta, Senin (14/12). (Luhut Siap Jalani Sidang di MKD).
Meski demikian, keterangan Luhut akan menjadi penting bila menjelaskan juga posisi Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pengadu dalam kasus ini. Supratman menegaskan, inti skandal "Papa Minta Saham" ialah adanya pihak yang berupaya bernegosiasi atau menanggapi upaya Freeport untuk memperpanjang kontrak.
Padahal, sejalan dengan UU Pertambangan Mineral dan Batubara (minerba), negosisasi baru boleh dijalankan dua tahun sebelum kontrak habis, yakni 2019 untuk PT Freeport Indonesia. Di sisi lain, Menteri ESDM kepada majelis hakim MKD sudah mengakui membuat surat tertanggal 7 Oktober 2015 kepada Jim Bob, bos Freeport McMoran di Amerika Serikat.