REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli membela Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan dalam kasus pencatutan yang menyeret nama Luhut di dalamnya. Rizal menyebut, sejak awal baik secara lisan maupun tertulis Luhut dikenal menolak perpanjangan kontrak Freeport sebelum 2019.
"Sepanjang pengetahuan saya, Pak Luhut tidak pernah minta apa-apa. Apalagi minta saham. Karena dia secara resmi posisinya sama dengan Presiden Jokowi, sama dengan saya, yaitu menolak perpanjangan Freeport," kata Rizal sebelum menghadiri acara di Gandaria City Jakarta, Ahad (13/12).
Rizal mengatakan ia dalam posisi yang sama dengan Presiden Joko Widodo dan Luhut. Ia mengaku pemerintah sebetulnya masih bersikeras untuk menagih Freeport memenuhi lima poin permintaan kepada perusahaan asal AS ini.
Rizal menilai bahwa perpanjangan kontrak karya, atau menurut peraturan akan beralih menjadi izin usaha pertambahan khusus, bisa diberikan asal Freeport mau menaikkan royalti mineral emas dan perak menjadi enam persen sampai tujuh persen. Kedua, kata Rizal, Freeport harus mau memroses limbahnya yang dibuang langsung ke Sungai Ajkwa Papua.
Selain itu, Rizal mengingatkan Freeport untuk melakukan divestasi saham kepada pemerintah. Poin keempat, Freeport harus menyelesaikan pembangunan fasilitas pemurnian mineral tambang atau smelter. Poin kelima adalah Freeport harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar wilayah kerja pertambangan.
Rizal menilai bahwa Freeport selama ini sengaja menghindar melakukan kewajibannya. Padahal aturan mengenai hal ini sudah jelas tertuang dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Freeport, kata dia, dianggap takut ketahuan adanya rare material selain emas dan perak yang mereka tambang, termasuk uranium.
"Nah, posisi Pak Luhut dan Presiden Jokowi sama kami sama dalam hal ini. Penuhi dulu syarat-syarat ini baru kita ngomong perpanjangan. Berbeda dengan posisi yang sudah mau kasih perpanjangan, padahal ini belum dibahas keuntungan Indonesia belum diperjuangkan, belum dibahas sudah ada yang mau memperpanjang. Ini yang kami katakan sebagai keblinger dan nggak bener," kata Rizal.
Sebelumnya Luhut Pandjaitan mengatakan, posisi pemerintah Indonesia sudah jelas terkait perpanjangan kontrak PT Freeport.
"Tanggal 17 Juni 2015 saya masih membuat memo tidak setuju perpanjangan, tanggal 2 Oktober juga masih tidak setuju untuk perpanjangan," kata Luhut dalam konferensi pers akhir pekan ini.
Ia pun sempat mengeluh tentang perkara pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang berujung pada penyebutan namanya. Tuduhan bahwa ia terlibat dalam pemufakatan jahat tersebut dinilainya tidak berdasar.