Sabtu 12 Dec 2015 11:39 WIB

Teguh Juwarno: Luhut Seharusnya Bantu Presiden Jokowi dengan Mencari Riza Chalid

Rep: muhammad subarkah/ Red: Muhammad Subarkah
Wakil Sekretaris Jendral Partai Amanat Nasional (PAN), Teguh Juwarno
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Wakil Sekretaris Jendral Partai Amanat Nasional (PAN), Teguh Juwarno

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Anggota DPR dari Fraksi Amanat  Nasional Teguh Juwarno mengatakan Menteri Koordinator Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan seharusnya membantu Presiden Jokowi selesaikan masalah dengan mencari Muhamad Riza Chalid (MRC). Apalagi rekaman yang dilaporkan Sudirman Said di Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR itu tidak pernah dibantah kebenarannya.

‘' Luhut disebut 66 kali Oleh MRC dan Setya Novanto (SN) dengan //tone// (mada) yang bersahabat dan sebagai pihak yang mendukung langkah mereka. Sementara Joko Widodo (JKW) disebut 55 kali dengan tone menghina dan dianggap penghalang.  Seharusnya Luhut sbg pembantu Presiden, membantu seleaikan masalah dengan mencari MRC,’’ kata Teguh kepada Republika.co/id, Sabtu (12/12).

Menurut Teguh, Luhut seharusnya juga bersikap marah kepada kedua sahabatnya itu karena mencatut namanya dalam rekaman tersebut. Sikap tegas untuk membantu Presiden Jokowi ini menjadi penting karena isi rekaman tersebut tidak pernah dibantah kebenarannya.

 ''Luhut pusing dengan diri dan keluarga, istri, anak yang masih aktif tentara. Namun, dia tidak peduli nama baik Presiden dan lembaga kepresidenan yang harus dijaganya. Kalau dia peduli, dia kejar MRC dan SN, bukan malah mengancam pengamat dan media,’’ tegasnya.

Lebih absurd lagi, lanjutnya,  sikap beberapa anggota MKD yg datang ke acara konferensi pers yang digelar Luhut tersebut. Ini merupakan kejanggalan karena bila anggota MKD diibaratkan sebagai seorang hakim, maka aneh sekali bia dia mendatangi acara yang digelar oleh pihak yang berstatus sebagai saksi. Tindakan ini jelas berpotensi pelanggaran etik.

‘'Itu mengangkangi akal sehat. Atau kita yang hidup di alam yang salah? Atau ini modus pengalihan masalah utamanya yakni 'dugaan pelanggaran etika' oleh ketua DPR.  Jadi ini jurus dewa mabuk,’’ katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement