REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Fraksi PPP di DPR, Arsul Sani menilai upaya penegakan Hak Asasi Manusia terkendala kegaduhan politik nasional. Menurutnya, dengan banyak kegaduhan, sehingga proses penyelesaian kasus HAM masa lalu tersendat.
"Memang harus diakui karena seringnya terjadi kegaduhan atau hiruk-pikuk politik," katanya saat dihubungi, Kamis (10/12).
Dia menjelaskan, memang tidak mudah mengukur korelasi kondisi politik dengan penegakan HAM. Namun, lanjutnya, pengaruh itu bisa dirasakan oleh masyarakat.
Menurut dia, terkait kagaduhan politik, sering terjadi mengalihkan fokus kerja pejabat ke bidang hukum. "Maka yang harus dilakukan pemerintah adalah kembali memberi perhatian kepada yang sudah mulai dikerjakan," ujarnya.
Namun demikian, kata dia, satu hal yang patut diapresiasi pemerintahan sekarang adalah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengubah besaran ganti rugi akibat salah tangkap. Dia menilai, sebenarnya Presiden Joko Widodo sudah baik ketika memerintahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Jaksa Agung, dan Komnas HAM untuk menindaklanjuti kasus HAM masa lalu dengan sebuah alternatif penyelesaian.
"Namun tampaknya pada level ini belum ada progress yang jelas," ujarnya.
Setiap tanggal 10 Desember, dunia memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Penetapan tanggal tersebut adalah untuk memperingati pengadopsian Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada 1948 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Baca juga: Kronologi Jatuhnya Lift di Arcadia