REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemungutan suara Pilkada serentak telah usai. Namun ada beberapa catatan yang patut dievaluasi. Salah satunya terkait partipasi pemilih. KPU menargetkan tingkat partisipasi pemilih di 264 daerah mencapai 77,5 persen. Sayangnya, target tersebut tak tercapai.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menilai hal itu dipengaruhi beberapa faktor seperti sepinya partisipasi ketika tahapan pilkada, termasuk saat kampanye berlangsung. Menurutnya, pasangan calon maupun tim sukses tidak memaksimalkan jenis kampanye. Perubahan jenis kampanye dari kampanye terbuka menjadi dialogis dianggap mempengaruhi hal tersebut.
"Sepinya situasi dalam tahapan kampanye berlanjut dengan partisipasi pemilih yang tidak tinggi, sehingga target KPU secara nasional sebanyak 77,5 persen sulit," ujar Masykurudin di Jakarta, Kamis (10/12).
Hal itu, kata Masykur, mengakibatkan keterbatasan pemilih dalam mengenali pasangan calonnya. Sehingga, mempengaruhi keinginan untuk menggunakan hak pilihnya di TPS. Hal itu juga ditambah dengan kurang maksimalnya sosialiasi oleh penyelenggara pemilu, yang turut menjadi faktor target tak terwujud.
"Partisipasi pemilih yang tidak melampaui target dipengaruhi oleh tingkat sosialisasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pemilihan, keterbatasan pilihan atas jumlah pasangan calon," ujarnya.
Sementara itu, faktor di luar lain yang berpengaruh yakni situasi politik di tingkat nasional. Ia tidak menampik, jika kondisi tersebut mengakibakan keapatisan para pemilih dalam menentukan kepala daerahnya. Menurutnya, partipasi pemilih hanya terjadi di kota-kota besar, dan tidak sedikit diantaranya adalah pasangan calon yang terhadap petahana.