REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno mengakui, RUU Pengampunan Pajak (tax amnesty) kerap mengundang polemik publik.
Sebab, negara alih-alih tegas malah mengampuni para pengemplang pajak yang mayoritas konglomerat. Hal itu dengan dalih menarik dana WNI di luar negeri ke Tanah Air.
"Memang pengampunan pajak di satu sisi memiliki dimensi ketidakadilan. Karena, untuk pembayar pajak yang setia, tidak ada insentif. Sementara, untuk yang tidak setia, salah, atau secara sengaja tidak jujur kok malah diberi insentif," kata Hendrawan Supratikno sesaat sebelum memasuki ruang rapat paripurna DPR RI, Jakarta, Selasa (8/12) malam.
Malam ini, rapat paripurna DPR RI digelar. Agenda yang akan dipenuhi, yakni mengesahkan RUU Pengampunan Pajak dan revisi UU KPK masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2015.
Politikus PDIP itu menjelaskan, tax amnesty memiliki tujuan jangka panjang yang hanya bisa dicapai bila Ditjen Pajak berbenah diri.
"Karena, kalau tidak, orang yang sudah berusaha jujur nanti jadi maling lagi," kata dia.
Dia pun mengakui, target pajak tahun ini spektakuler. Karena itu, menurut dia, tax amnesty merupakan salah satu solusi, di samping alternatif menambah jumlah utang luar negeri.
Menurut Hendrawan, potensi penerimaan negara dari tax amnesty bisa mencapai Rp 100 triliun. Dia pun memastikan, kebijakan ini tak berarti mengampuni koruptor. Kendati demikian, dia mengakui, dana hasil korupsi yang ditanam di luar negeri sangat besar.
Karenanya, kata dia, ada yang menukas kebijakan ini tak akan efektif bila tidak menyertakan pengampunan terhadap koruptor kelas kakap.
"Kalau menurut perhitungan di atas kertas, itu antara Rp 70 triliun sampai Rp 100 triliun," ucap dia.
Namun, rapat paripurna malam ini mesti ditunda hingga Kamis (10/12) karena tidak memenuhi kuorum. Dari total jumlah anggota DPR, yang menandatangani presensi rapat paripurna ini hanya 144 orang, hingga bel rapat berbunyi pada pukul 20.00 WIB.