REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kecelakaan bus Metromini yang menerobos lintasan saat Kereta Commuter Line melintas, yang mengakibatkan 18 orang meninggal dunia di perlintasan Tubagus Angke, Jakarta Barat, Ahad (6/12) menambah catatan buruknya transportasi umum di Jakarta.
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta bidang Transportasi dan Perhubungan, Achmad Zairofi, mengatakan insiden ini merupakan kegagalan pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam mengatur transportasi umum khususnya Metromini.
Zairofi menambahkan, kegagalan pengaturan ini menjadi salah satu penyebab tingginya risiko kecelakaan yang dialami transportasi umum. Ini juga menjadi kegagalan Pemprov DKI Jakarta dalam mencari solusi atas eksistensi Metromini.
“Dari awal kan Pemprov DKI Jakarta sudah tahu banyak permasalahan dengan moda transportasi Metromini, namun mereka tidak berdaya,'' kata politisi PKS dari daerah pemilihan Jakarta Pusat ini di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (7/12).
Selain itu, kata Zairofi, sopir bus yang ugal-ugalan bukan hanya menjadi salah sopir semata, namun juga boleh jadi salah pemilik bus yang tetap mempekerjakan sopir bus yang ugal-ugalan tersebut, “Jadi bukan hanya sopir bus yang diberikan sanksi, pemiliknya juga harus dikenakan sanksi tegas,” katanya.
Menurut data Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang dirilis tahun 2013, Metromini yang menjadi armada terbesar angkutan umum di Jakarta saat ini berjumlah 3168 unit. Namun, yang rutin mengikuti uji KIR hanya 1088 unit.
Sampai saat ini Pemprov DKI Jakarta tidak tahu bagaimana cara mengawasi Metromini karena saat ini Metromini dapat dimiliki secara individu. Zairofi berharap Pemprov DKI Jakarta dapat bersikap tegas terhadap moda transportasi yang bermasalah.
“Ketegasan Pemprov akan terlihat pada penanganan moda tranportasi yang bermasalah khususnya Metromini, mulai dari kepemilikan dan sopir yang ugal-ugalan. Jika tidak tegas, berarti Pemprov DKI sudah gagal!,” katanya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.