Senin 07 Dec 2015 08:54 WIB

Bagaimana Terorisme Pengaruhi Mental Seseorang?

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Esthi Maharani
terorisme
Foto: cicak.or.id
terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketakutan adalah respon alami seseorang, seperti setelah peristiwa teror di Paris, Prancis beberapa waktu lalu. Ketakutan akan terorisme mendorong seseorang membuat keputusan berbeda, mulai dari pekerjaan, dengan siapa dia harus bergaul, bersosialisasi, hingga takut berkumpul di tempat umum, takut keramaian, hingga takut menggunakan transportasi umum.

Pada 1995-1996, Prancis mengalami serangkaian pemboman yang menewaskan 12 orang dan melukai lebih dari 200 orang. Sebuah penelitian retrospektif pada 2004 membuktikan pada 31 persen dari penduduknya mengalami gangguan stres pascatrauma.

Dilansir dari IFL Science, Senin (7/12), gangguan pascatrauma itu mencakup mimpi buruk, kilas balik, bayangan masa lalu, sehingga mereka memiliki kecemasan yang intens. Serangan teror di London yang dikenal peristiwa 7 Juli di Jalan Euston, di pusat Kota London membuat penduduknya waspada naik angkutan umum.

Sebuah survei setelah serangan 11 September di Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa 17 persen penduduk AS yang tinggal di luar New York City menunjukkan gejala gangguan stres pascatrauma. Enam bulan kemudian stres tersebut turun menjadi 5,6 persen.

Ketakutan juga bisa memengaruhi keterlibatan dan kepercayaan politik dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Orang-orang biasanya menuntut pemerintah mereka menjamin keamanan mereka dimasa depan, terutama dari serangan teroris skala besar.

Setelah serangan 11 September, kepercayaan warga negara AS kepada pemerintah menurun. Kebanyakan orang bisa dibilang menanggapi ancaman terorisme dengan cara rasional dan konstruktif. Misalnya, rasa marah menjelma menjadi sifat protektif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement