REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla kian memanas, akibat langkah lobi politik oleh PT Freeport Indonesia. Menurut analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, selama ini seluruh perusahaan pertambangan yang beroperasi di Indonesia masih belum menjalankan kewajibannya sebagaimana yang diamanatkan UU Minerba. Termasuk dua perusahaan tambang raksasa sekelas Newmont dan Freeport Indonesia.
“Newmont dan Freeport masih belum melakukan divestasi dan pembangunan smelter, UU Minerba dilanggar, tapi mereka masih diizinkan beroperasi dan melakukan ekspor melalui nota kesepahaman (MoU),” kata Salamuddin dalam diskusi terbuka di Jakarta, Ahad (6/12).
Meski Kementerian Keuangan telah memberlakukan bea keluar yang sangat tinggi ketika Newmont dan Freeport melakukan ekspor, tetapi menurut dia, tetap saja hal itu sudah melanggar UU karena dilakukan hanya dengan MoU. “Terus menerus diberi kelonggaran. Padahal, saya menilai tidak ada sama sekali komitmen keduanya membangun smelter. Peristiwa ini yang memicu permasalahan papa minta saham ini,” ujar dia.
Dikatakan Salmuddin, jika pemerintah sungguh-sungguh ingin meningkatkan sahamnya di Freeport Indonesia, semestinya tidak ada celah bagi perusahaan swasta untuk turut serta dalam divestasi. “Soal smelter ini juga seharusnya jika pemerintah sungguh-sungguh menerapkan (smelter) ini bisa memberi nilai tambah,” sebut dia.